Insitekaltim, Samarinda – Peristiwa tanah longsor yang melanda Perumahan Sungai Keledang Mas Baru, Samarinda Seberang, sejak Mei 2023, terus menyisakan persoalan besar.
Kerusakan akibat pergerakan tanah, yang merusak rumah-rumah warga di blok BS dan BW, kini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pengembang dalam menemukan solusi terbaik.
Camat Samarinda Seberang Aditya Koesprayogi menjelaskan bahwa longsor terjadi akibat pergerakan tanah di bawah permukaan, diduga dipicu oleh keretakan pada perbukitan milik PT Bumi Samarinda Damai (BSD).
Retakan ini menyebabkan sebagian tanah terangkat mengancam struktur rumah warga.
Upaya relokasi yang sempat ditawarkan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) ditolak oleh warga. Jarak lokasi relokasi yang direncanakan di Palaran dianggap terlalu jauh dan kurang strategis.
Warga memilih bertahan dengan harapan pemerintah dan pengembang dapat menghadirkan solusi infrastruktur yang lebih efektif.
“Warga merasa relokasi bukan opsi yang realistis. Sebagian besar sudah nyaman tinggal di sini, dan membangun dinding penahan tanah dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan mereka,” jelas Aditya, Minggu, 19 Januari 2025.
Pemerintah dan pengembang sepakat mempertimbangkan pembangunan dinding penahan tanah sedalam 6-7 meter sebagai solusi.
Namun, pelaksanaannya masih terganjal studi kelayakan yang tengah dilakukan konsultan rekomendasi BPBD.
Di sisi lain, PT BSD selaku pemilik bukit mengaku mengalami kendala keuangan untuk merealisasikan proyek ini secara mandiri.
Hingga saat ini, pemangkasan bukit untuk mengalihkan aliran air menjadi upaya utama mereka guna mencegah longsor lebih lanjut.
Menurut Plt Kepala Seksi KLH Kecamatan Samarinda Seberang Nurmiyati, jumlah rumah terdampak longsor telah meningkat dari 5 menjadi 20 rumah akibat pergerakan tanah yang terus berlanjut.
Hal ini menambah kompleksitas penanganan, terutama karena sebagian lahan yang terdampak merupakan milik perseorangan, selain milik PT BSD.
“Proses hibah lahan dari pengembang masih menunggu kepastian luas yang akan diserahkan, sementara kami terus mengkaji opsi terbaik bagi keselamatan warga,” ungkap Nurmiyati.
Meski beberapa warga terdampak sempat menerima subsidi sewa rumah dari pemerintah dan pengembang, bantuan ini bersifat sementara.
Kajian geologi yang masih berlangsung diharapkan memberikan solusi permanen terhadap persoalan ini.
“Mau rumah sebagus apapun, kalau membahayakan tetap percuma. Keselamatan warga adalah prioritas kami,” tegas Aditya.
Dengan kondisi yang belum stabil, pemerintah meminta warga untuk tetap waspada dan bersabar menunggu langkah strategis yang akan diambil berdasarkan hasil kajian geologi.