Insitekaltim, Samarinda – Pemerintah Kota Samarinda menegaskan mulai tahun 2026 tidak akan ada lagi zona tambang dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota.
Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan kebijakan ini telah tercantum dalam dokumen resmi tata ruang dan tidak memerlukan persiapan tambahan dari pemerintah kota.
“Tidak perlu ada persiapan apa-apa karena RTRW kita menyatakan sejak 2026 itu tidak ada lagi dalam peta zona ruang kita di Samarinda yang ada wilayah tambangnya,” tegas Andi Harun usai mengikuti Gerakan Ketinting di Sungai Karang Mumus pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Meskipun Samarinda sudah menyatakan sikap, Andi menyentil bahwa kewenangan penerbitan izin tambang masih sepenuhnya berada di luar lingkup pemerintah kota. Izin pertambangan mineral dan batu bara dikeluarkan oleh pemerintah pusat, sementara rekomendasi galian C berada di tangan pemerintah provinsi.
“Yang terbitkan izin bukan kita, yang kasih rekomendasi juga bukan kita. Rekomendasi di provinsi dan izin di pusat untuk minerba. Untuk golongan galian C, itu di provinsi,” jelasnya.
Ia berharap agar pemerintah provinsi dan pusat lebih selektif dalam memberikan izin tambang. Menurutnya, izin yang tidak mempertimbangkan keseimbangan lingkungan berisiko memperburuk kondisi ekosistem dan memicu bencana seperti banjir.
“Mudah-mudahan kita sarankan selektif mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, keseimbangan lingkungan dalam pemberian izin yang berpotensi melakukan pengupasan lahan atau menurunkan kualitas lingkungan,” tegas Andi Harun.
Ia juga mengaitkan kebijakan pertambangan dengan persoalan banjir yang kerap terjadi di Samarinda dan daerah sekitarnya. Menurutnya, banjir tidak hanya disebabkan oleh sedimentasi atau tersumbatnya saluran air, tetapi lebih dalam berkaitan dengan kepedulian terhadap lingkungan.
“Banjir itu bukan cuma persoalan sedimentasi di sungai, bukan cuma 1–2 variabel. Yang paling penting adalah bagaimana kita tidak berpura-pura terhadap lingkungan,” katanya.
Wali Kota Andi Harun mengajak semua pihak untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menyikapi masalah lingkungan. Ia menyarankan agar pemberian rekomendasi izin benar-benar mempertimbangkan kondisi ekologi daerah.
“Ayo, kalau memang betul-betul prihatin terhadap kondisi banjir di kabupaten dan kota, tahan diri untuk memberikan rekomendasi,” ujarnya.
Andi juga mengusulkan agar persoalan banjir tidak ditangani secara terpisah oleh masing-masing daerah. Ia mendorong adanya kolaborasi lintas wilayah agar kebijakan pengelolaan lingkungan bisa terkoordinasi dan saling mendukung.
“Sudah saatnya duduk bareng lintas kabupaten dan kota. Supaya persoalan banjir ini tidak menjadi urusan autopilot masing-masing daerah, tapi jadi konstruksi kebijakan yang dirancang secara regional. Itu baru sip,” tandasnya.