
Insitekaltim, Samarinda– Proyeksi turunnya pendapatan asli daerah (PAD) Kalimantan Timur (Kaltim) dari Rp10,04 triliun menjadi Rp9,75 triliun pada 2026, disikapi DPRD Kaltim dengan ajakan untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, langkah tersebut penting agar daerah tidak terus-menerus bergantung pada batu bara.
“Prediksi bisa saja terjadi, bisa juga tidak. Tapi kalau melihat kondisinya sekarang, memang sudah saatnya kita bersama-sama mencari potensi lain,” ujar Sapto usai rapat monitoring bersama Kemenko Polkam dan jajaran Forkopimda di Gedung B Kesbangpol Kaltim, Minggu 11 Mei 2025.
Sapto menyebut salah satu faktor yang memengaruhi penurunan proyeksi PAD adalah belum pulihnya pasar ekspor batu bara ke negara utama seperti Tiongkok dan India, pasar internasional yang belum sepenuhnya terbuka membuat pendapatan dari sektor ini cenderung stagnan.
“Selama ini kita masih sangat tergantung pada batu bara. Padahal pasarnya belum benar-benar pulih. Cina, misalnya, belum buka penuh kebutuhannya. Itu memengaruhi,” katanya.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah provinsi mulai membuka ruang bagi sektor lain yang bisa memberi kontribusi nyata terhadap PAD. Sapto menyebutkan sektor jasa, pengelolaan alur sungai, hingga potensi UMKM lokal yang bisa dioptimalkan.
“Kalau memang angkanya turun, ya kita nikmati dulu. Setelah itu, bareng-bareng cari peluang dari sektor lain. Kita punya banyak potensi, tinggal kemauan dan penanganannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, upaya ini tak bisa dilakukan sepihak. Kolaborasi antara pemda, DPRD, dan pelaku ekonomi lokal dibutuhkan agar pengembangan potensi tidak berhenti di wacana.
“Momen ini bisa jadi pemicu untuk perbaiki arah. Kita nggak bisa terus bergantung pada satu komoditas,” kata Sapto.
Ia juga menyebut pentingnya kesiapan Kaltim menghadapi peran baru sebagai wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, jika ingin menjadi pusat pertumbuhan baru, maka struktur ekonomi daerah pun harus lebih kuat dan beragam.