
Insitekaltim, Samarinda – Rapat Paripurna ke-18 DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar pada Kamis, 12 Juni 2025 di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim banjir interupsi dari sejumlah anggota dewan.
Mulai dari ketidakhadiran pejabat penting, minimnya distribusi dokumen APBD, hingga sorotan atas bangunan ilegal di lahan milik Pemprov Kaltim. Semua mencuat dalam forum tertinggi legislatif daerah ini. Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel menegaskan bahwa paripurna tetap berjalan secara sehat dan sah.
“Kalau ada kekurangan, itu haknya anggota untuk instruksi, perbaiki. Enggak boleh juga absolut betul, enggak ada interupsi apa segera. Enggak boleh,” ujar Ekti kepada wartawan usai rapat.
Ia menjelaskan, interupsi merupakan bagian yang sah dalam mekanisme legislasi. Menurutnya, dinamika seperti itu justru mencerminkan fungsi pengawasan dan partisipasi yang hidup dalam tubuh DPRD.
“Memperbaiki sesuatu itu kan wajar. Ini kan semua teman-teman ini berpengalaman, ada yang senior juga. Jadi kalau banyak interaksi ini, suatu dinamika yang baik untuk paripurna kita,” tambahnya.
Pernyataan ini merespons langsung rentetan interupsi dari anggota dewan, seperti Makmur yang menyayangkan absennya pejabat struktural dalam forum paripurna, Abdul Giaz yang menyoroti kehadiran minim dari OPD, Abdulloh yang mengkritik kurangnya distribusi dokumen APBD, serta Jahidin yang mengungkap adanya 14 bangunan di atas tanah Pemprov, 11 di antaranya diduga ilegal.
Ekti menegaskan, interupsi bukan bentuk gangguan, melainkan hak formal yang dijamin undang-undang. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyebutkan bahwa anggota DPRD memiliki hak menyampaikan pandangan, koreksi, dan masukan dalam forum resmi, termasuk melalui interupsi.
“Instruksi itu wajib. Kalau pandangan seperti itu ya harus disampaikan. Apalagi ini paripurna, forum tertinggi,” tegasnya.
Selain aturan nasional, tata tertib internal DPRD Kaltim juga mengakomodasi interupsi selama dilakukan dengan sopan, tertib, dan atas izin pimpinan sidang. Ekti memastikan, tidak ada pelanggaran selama forum tersebut dijalankan dengan etika dan aturan yang berlaku.
Ia juga menanggapi khusus soal distribusi dokumen teknis yang sebelumnya dikritik. Menurutnya, kekurangan tersebut akan dikomunikasikan secara internal bersama sekretariat dan bidang persidangan.
“Kalau saran dari Pak Makmur itu kan soal teknis, nanti kita akan koordinasi dengan bidang persidangan. Karena yang mengatur kegiatan seperti ini kan mereka, bukan pimpinan langsung,” jelasnya.
Lebih jauh, Ekti mengapresiasi keterlibatan aktif para anggota dewan dalam menyampaikan pandangan mereka. Bagi dia, partisipasi dan dinamika seperti itu justru menjadi indikator bahwa proses demokrasi di DPRD Kaltim masih hidup dan sehat.
“Yang penting itu jangan alergi dengan dinamika. Justru kalau sepi, itu yang harus ditanyakan,” pungkas Ekti.