Reporter : Nada – Editor : Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Emission Reductions Payment Agreement (ERPA) adalah Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi antara pihak Pemerintah Indonesia dengan World Bank Sebagai wali amanah dana karbon dari negara-negara donor atau CFP (Carbon Fund Participants) yang tergabung di dalam kemitraam FCPF (Forest Carbon Partnership Facility).
Tahapan proses pre-negosiasi dan negosiasi untuk mencapai ERPA, skala yurisdiksi pertama di Kalimantan Timur ini rencananya akan ditandatangani saat acara COP ke 25 pada tanggal 3-26 Desember 2019 di Santiago Chile. Perpanjangan LOI (Letter of Intent) untuk keberlanjutan proses negosiasi ERPA sudah diajukan ke pihak World Bank dengan persetujuan dari Kementerian Luar Negeri sampai bulan Juni 2020.
Terdapat 6 tahapan besar menuju ERPA yaitu tahap penelahan dan pengkajian dokumen, konfirmasi dan konsolidasi, perumusan posisi, legal drafting, negosiasi ERPA serta penandatangan ERPA.
Tahapan-tahapan itu sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai program entity (program bersama) dengan Pemprov Kaltim serta World Bank.
Maka atas kerjasama tersebut, hari ini Senin (09/09/2019) digelar acara Launching Proses Pre-Negosiasi ERPA dalam Kerangka Program Penurunan Emisi FCPD di Kaltim dan talkshow mekanisme pembagian manfaat bersama para pihak terkait. Acara ini dilaksanakan di ruang Rui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim.
“Saya berharap dapat semakin menguatkan komitmen Kaltim dalam melaksanakan pembangunan rendah emisi. Walaupun kita tahu bahwa Kaltim akan memiliki pekerjaan besar, yaitu membangun ibu kota negara Indonesia yang baru, namun upaya pembangunan rendah emisi harus tetap menjadi komitmen Pemprov Kaltim,” tegas Agus Justianto, Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK saat konferensi pers.
Agus juga berharap Kaltim mendapatkan hasil maksimal dalam setiap program kegiatan penurunan emisi yang telah dicanangkan.
“Mekanisme pembagian manfaat menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam implementasi program penurunan emisi ini,” lanjutnya.
Sementara itu, Ruandha Agung Sudardiman, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK dalam sambutannya yang dibacakan oleh Emma Rachmawaty, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK berpendapat bahwa dalam implementasi program penurunan emisi melalui mekanisme Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) 2020-2024 di Kaltim masih perlu persiapan matang, terutama dukungan kebijakan nasional.
“Tidak itu saja, upaya Pemprov Kaltim melakukan internalisasi program penurunan emisi ke dalam RPJMD provinsi dan kabupaten/kota merupakan keniscayaan. Keterlibatan pihak swasta, masyarakat adat dan lokal, serta mitra pembangunan lainnya sangat diperlukan agar program ini berhasil,” ungkapnya.
Gubernur Kaltim Isran Noor, yang juga membuka acara memberikan tanggapannya terkait hal tersebut.
“Kaltim siap mengimplementasikan REDD+ Carbon Fund tahun 2020-2024. Hal ini selaras dengan visi misi berani untuk Kalimantan Timur Berdaulat, khususnya dalam misi keempat yakni Berdaulat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan. Penting menjadi catatan, bahwa setiap gerak pembangunan Kaltim harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan,” tutupnya.