Insitekaltim, Samarinda – Stres adalah bagian dari kehidupan yang tak terhindarkan. Setiap individu memiliki cara berbeda untuk merespons stres, ketakutan, atau trauma yang dihadapi.
Psikolog Klinis Imelda Konghoiro memperkenalkan konsep “stress languages” yang dapat membantu memahami reaksi seseorang saat menghadapi tekanan hidup.
“Setiap orang punya stress languages masing-masing, yaitu cara mereka merespons stres berdasarkan pengalaman, lingkungan, dan trauma yang pernah dialami,” ungkap Imelda, dalam media sosial Instagram pribadinya.
Ia menjelaskan bahwa terdapat empat jenis stress languages yang umum ditemukan. Pertama adalah fight, yaitu respons melawan balik yang ditunjukkan dengan sikap marah, agresif, dan defensif.
Kedua, flight, yaitu kecenderungan untuk melarikan diri dari masalah dengan cara menghindari konflik, menyangkal kenyataan, atau melakukan aktivitas lain untuk melupakan stres.
Respons ketiga adalah freeze, di mana seseorang memilih untuk tidak melakukan apa pun, seperti berdiam diri, prokrastinasi, atau bahkan mati rasa terhadap situasi yang dihadapi.
Terakhir, fawn, respons yang biasanya muncul pada people pleaser. Mereka cenderung mengalah, selalu mengatakan “iya,” dan mengutamakan kebahagiaan orang lain untuk menghindari konflik atau rasa sakit lebih lanjut.
Menurut Imelda, memahami stress languages dapat membantu individu mengenali pola respons mereka sendiri terhadap tekanan. Langkah pertama dalam mengelola stres adalah menerima kondisi tersebut.
“Penerimaan adalah kunci untuk mulai mencari solusi. Setelah kita menyadari bahwa kita sedang stres, kita bisa lebih mudah mencari cara terbaik untuk mengatasinya,” jelasnya.
Dengan mengenali pola respons dan menyadari akar permasalahan, setiap individu dapat mencari solusi yang tepat agar stres tidak berlarut-larut.
“Pengelolaan stres yang baik akan membantu kita menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijak,” pungkas Imelda.