
Insitekaltim,Sangatta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim menerima aduan dari karyawan PT Tepian Nadenggan Bukit Subur Estate (TNBSE) yang tidak menerima pesangon setelah diberhentikan sepihak atau pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan.
Aduan ini disampaikan masyarakat lewat Federasi Kehutanan, Industri, Umum Perkayuan, Pertanian dan Perkebunan (Kodra F Hukatan) Kaltim sehingga diadakan rapat dengar pendapat (RDP) di Ruang Hearing Sekretariat DPRD Kutim, Jumat (23/6/2023).
Dalam rapat yang dipimpin Sekertaris Komisi A DPRD Kutim Basti Sangga Langi, PT TNBSE tidak menyempatkan diri untuk hadir dengan alasan bahwa permasalahan ini sudah selesai berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004.
“Kalau dia sudah paham kenapa tidak gugat ke pengadilan, sementara persoalan ini sudah hampir setahun,” kata Basti.
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Kaltim lewat badan pengawas sudah memberikan anjuran pada perusahaan untuk membayar pesangon, namun hingga saat ini tidak ada respon pasti dari PT TNBSE.
“Perusahaan diam saja, tidak membayar atau memberikan jawaban. Sementara masyarakat ini menunggu,” kata Basti.
Dirinya menerangkan ada tiga kasus pembayaran pesangon oleh perusahaan kepada masyarakat, yakni pesangon PHK, pesangon untuk karyawan yang meninggal dunia dan pesangon untuk karyawan yang sudah pensiun.
Dengan kasus yang berbeda-beda tersebut, Basti mengaku anggaran nilai pesangon tersebut tidak kecil. Oleh karena itu jika merasa cukup berat bagi perusahaan, maka antara masyarakat dan PT TNBSE bisa bernegosiasi menentukan nilai tengah yang tidak merugikan keduanya.
“Harus negosiasi jika perusahaan merasa cukup berat,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Kodra F Hukatan Kaltim Asmaran Nggani mengatakan masyarakat atau karyawan yang terlibat dalam kasus ini ada 11 orang. Hak mereka belum terpenuhi oleh perusahaan.
Ke-11 orang ini terdiri dari 6 orang di PHK, 1 orang pensiun dan 4 orang meninggal dunia. Masa bakti terhadap perusahaan di atas dari 8 tahun sehingga layak diketegorikan karyawan tetap.
“Berdasarkan aturan pesangon setiap mereka berbeda. Namun ditotalkan capai Rp600 juta yang harus dibayar perusahaan,” tandasnya.