
Insitekaltim, Kukar– Di tengah arus modernisasi dan perkembangan zaman, Desa Lekaq Kidau di Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara tetap memegang erat akar budayanya melalui keberadaan lamin, rumah adat khas Dayak yang menjadi kebanggaan sekaligus aset budaya yang sangat bernilai.
Rumah adat lamin bukan sekadar bangunan kayu tradisional. Dengan struktur yang kokoh dan ornamen ukiran etnik yang memukau, lamin menjadi pusat dari berbagai kegiatan adat dan sosial masyarakat. Fungsinya bukan hanya sebagai tempat tinggal kolektif, namun juga sebagai tempat permusyawaratan dan pertemuan adat yang sarat makna filosofis.
Dalam sebuah wawancara usai kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kutai Kartanegara Tahun 2026 yang berlangsung di Kantor Bappeda pada Selasa, 22 April 2025, Camat Sebulu Edy Fahruddin menegaskan pentingnya menjaga dan mengembangkan budaya lokal, termasuk melalui pelestarian Lamin.
“Kami terus mengupayakan bahwa terbentuknya desa budaya ini artinya harus ada budaya yang harus kita tampilkan,” ujar Edy Fahruddin.
Ia menyoroti lamin sebagai salah satu aset budaya yang layak untuk terus dijaga dan bahkan ditingkatkan kondisinya agar dapat menjadi daya tarik wisata dan juga pusat pembelajaran budaya.
Lebih lanjut, Edy menceritakan bahwa Desa Lekaq Kidau kerap menjadi destinasi kunjungan dari berbagai kalangan, termasuk rekan-rekan alumni dari Bupati Kutai Kartanegara.
“Mereka datang pakai kapal, waktu itu ada festival di sana. Saya sampaikan ke perangkat desa, lamin ini luar biasa nilainya. Saya minta untuk diusulkan rehab, baik itu atapnya maupun pengecatan ornamen-ornamennya,” tambahnya.
Reaksi dari para pengunjung pun tak kalah membanggakan. Banyak dari mereka yang takjub dan mengaku baru pertama kali menyaksikan budaya Dayak yang begitu kuat dalam bentuk fisik dan nilai-nilai yang terkandung di dalam Lamin.
“Ya luar biasa, mereka belum pernah menyaksikan seperti itu,” kata Edy.
Ia menekankan bahwa lamin bukan hanya simbol budaya, namun juga ruang nyata bagi masyarakat adat untuk berkumpul dan bermusyawarah, yang menjadikan keberadaannya sangat penting dalam tatanan sosial masyarakat Desa Lekaq Kidau.
Pelestarian lamin, menurut Edy, sejalan dengan visi desa budaya yang tengah diupayakan oleh pemerintah kecamatan. Dukungan dari pemerintah daerah sangat diharapkan, terutama dalam aspek rehabilitasi fisik dan penguatan nilai-nilai budaya yang dapat dimasukkan dalam agenda pembangunan jangka panjang.
“Lamin itu bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol jati diri dan warisan leluhur yang harus kita rawat bersama. Jika kita biarkan rusak, kita kehilangan bagian dari sejarah dan identitas kita sendiri,” ujar Edy dengan penuh semangat.
Desa Lekaq Kidau kini mulai dilirik sebagai destinasi wisata budaya yang menjanjikan. Potensi ini tentu akan semakin meningkat bila didukung oleh infrastruktur yang memadai dan promosi yang tepat sasaran.
Dengan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah desa, dan instansi terkait, lamin dapat menjadi pusat kegiatan budaya yang tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dihidupkan kembali dalam denyut kehidupan masyarakat modern.
Sebagai generasi penerus, sudah sepatutnya kita ikut menjaga lamin dan segala nilai luhur yang dikandungnya. Karena melalui rumah adat ini, kita belajar tentang kebersamaan, musyawarah, dan kehidupan yang selaras dengan alam. Nilai-nilai yang sangat relevan untuk masa kini dan masa depan. (Adv)