
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur Agus Aras menegaskan pentingnya peran aktif orang tua dalam mengawasi serta membatasi akses anak-anak terhadap media sosial. Pernyataan ini disampaikan menyusul insiden kekerasan fisik yang dialami dua siswi kembar di SMP Negeri 16 Samarinda, yang baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah video kejadian tersebut tersebar luas di berbagai platform media sosial.
Peristiwa yang memicu gelombang keprihatinan tersebut terjadi pada Selasa, 20 Mei 2025. Dalam rekaman video berdurasi lebih dari satu menit, terlihat jelas kedua korban mengalami tindakan kekerasan berupa pemukulan dan tendangan yang dilakukan oleh sejumlah siswi lain.
Jumlah pelaku lebih dari lima orang, dan aksi tersebut dilakukan di lingkungan sekolah. Kejadian ini diduga bermula dari penolakan kedua korban untuk menyetor iuran sebesar Rp5.000 sebagai kontribusi kegiatan latihan menari dalam rangkaian program Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Penolakan yang seharusnya menjadi ruang untuk berdialog ternyata memicu ejekan di kalangan siswa lain dan berujung pada kekerasan fisik. Akibat tindakan tersebut, kedua korban mengalami memar dan lebam di beberapa bagian tubuh.
Menanggapi kejadian tersebut, pihak sekolah melalui Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Nurul Aini mengakui adanya insiden tersebut. Namun, ia menganggap peristiwa itu sebagai perkelahian biasa yang disebabkan oleh kesalahpahaman antarsiswa, bukan sebagai bentuk perundungan. Ia mengonfirmasi bahwa korban memang mengalami luka ringan, namun menyebutnya sebagai “biru-biru sedikit”.
Pihak kepolisian dari Polsek Sungai Kunjang bertindak cepat menyikapi video viral tersebut. Mediasi pun segera difasilitasi antara pihak korban dan pelaku, dengan menghadirkan orang tua masing-masing, perwakilan sekolah, serta pihak dari Dinas Pendidikan Kota Samarinda.
Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak akhirnya sepakat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dengan menandatangani surat pernyataan damai yang mengikat agar insiden serupa tidak terulang.
Meski telah mencapai penyelesaian damai, kasus ini tetap menyisakan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat dan para pemangku kebijakan. Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agus Aras menyatakan bahwa peristiwa semacam ini bukanlah kejadian baru dan seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama orang tua dan pihak sekolah, dalam membina karakter dan kepribadian anak-anak sejak dini.
Dalam keterangan resminya seusai mengikuti Rapat Paripurna ke-14 DPRD Kaltim pada Jumat, 23 Mei 2025, Agus menyampaikan bahwa salah satu faktor yang turut memengaruhi perilaku kekerasan anak di usia sekolah adalah konsumsi konten media sosial yang tidak terkontrol. Menurutnya, berbagai tayangan dan tren yang ada di media sosial sangat mungkin ditiru oleh anak-anak yang secara psikologis masih berada dalam tahap labil dan mudah terpengaruh.
Ia mengimbau agar orang tua lebih proaktif dalam membatasi waktu penggunaan gawai serta menyeleksi jenis konten yang dapat diakses oleh anak-anak mereka. Menurut Agus, pengawasan terhadap media sosial bukan sekadar membatasi akses, melainkan juga menjadi bagian dari proses pendidikan karakter dan kontrol sosial di lingkungan keluarga.
“Kami juga tentu minta kepada para orang tua untuk membatasi akses mereka kepada sosial media, karena hal tersebut bisa memicu emosi anak yang tentu masih labil dan mudah terpengaruh pada apa yang mereka tonton,” ujar Agus Aras yang juga sebagai anggota Komisi IV itu.
Agus Aras juga menekankan bahwa pembiaran terhadap aktivitas digital anak-anak tanpa pendampingan bisa berdampak serius pada perilaku dan sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ia khawatir jika situasi ini terus dibiarkan, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak memiliki nilai edukatif, dan pada akhirnya akan menjauh dari pembentukan karakter yang sehat.
“Jangan sampai justru aktivitas anak-anak kita lebih banyak main HP yang tidak ada manfaatnya,” pungkasnya.