
Insitekaltim, Samarinda – Sejumlah guru honorer di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menghadapi ketidakpastian penghasilan. Hingga pertengahan Juni 2025, banyak dari mereka belum menerima gaji sejak Januari.
Kondisi ini memantik perhatian Anggota DPRD Kaltim Darlis Pattalongi yang meminta pemerintah tidak hanya fokus pada program unggulan seperti Gratispol, tetapi juga memberi perhatian pada kelayakan hidup para tenaga pendidik.
“Jangan sampai Gratispol ini membuat kita lalai terhadap kualitas guru, kualitas kesehatan dan kelayakan hidup,” ujar Darlis beberapa waktu lalu
Menurutnya, peningkatan kualitas pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kesejahteraan tenaga pendidik. Ia menilai, guru tidak mungkin diminta mengembangkan kapasitas dan meningkatkan mutu pengajaran, sementara kelayakan hidup mereka masih terabaikan.
“Bagaimana mungkin kita meng-upgrade kualitas keilmuannya kalau kelayakan hidupnya tidak ditingkatkan? Salah satu cara meningkatkan kualitas guru dan dosen adalah dengan meningkatkan kelayakan hidup mereka,” lanjut Darlis, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim.
Masalah guru honorer yang belum digaji, menurut Darlis, juga terkait dengan ketidakakuratan data. Ia menyebut salah satu persoalan mendasar dalam distribusi anggaran adalah kualitas database tenaga pendidik di Kaltim yang masih semrawut.
“Pertama, database-nya harus diperbaiki karena seringkali yang menjadi kendala itu adalah persoalan data. Kami pernah diskusi di Kementerian Pendidikan di Jakarta, dan diakui Kalimantan Timur itu termasuk yang data basenya terlalu kacau,” bebernya.
Ia mencontohkan praktik pelaporan di sejumlah sekolah yang memunculkan data guru honorer fiktif demi mengejar akreditasi.
“Sekolah itu kadang melaporkan tenaga pengajarnya yang non-P3K seolah-olah ada, padahal sebenarnya tidak ada. Ini dilakukan karena mereka mengejar akreditasi. Jangan sampai atas nama akreditasi, kita malah lalai terhadap kesejahteraan guru yang benar-benar ada dan mengajar,” katanya.
Darlis menilai seharusnya pemerintah daerah mampu mengalokasikan anggaran untuk penggajian guru honorer, termasuk yang belum masuk dalam skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Karena kenyataannya mereka memang mengajar selama ini. Walaupun tidak masuk dalam P3K, mereka tetap mengisi ruang-ruang pembelajaran di sekolah-sekolah kita,” ungkap Darlis.
Ia pun mengingatkan bahwa keberadaan program seperti Gratispol tidak boleh meniadakan komitmen terhadap aspek fundamental pendidikan lainnya, termasuk kesejahteraan tenaga pengajar.
“Gratispol itu hanya salah satu faktor untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada di Kalimantan Timur. Tapi jangan sampai alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru diabaikan. Harus tetap diperhatikan,” pungkasnya.