
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Jahidin menegaskan bahwa ganti rugi akibat kerusakan Jembatan Mahakam oleh perusahaan pelayaran harus disertai jaminan hukum yang kuat.
Menurutnya, setiap bentuk tanggung jawab finansial dari pihak perusahaan tidak cukup hanya disampaikan secara lisan atau dituangkan dalam berita acara tanpa kekuatan hukum yang mengikat.
Pernyataan itu disampaikan Jahidin menyikapi belum jelasnya komitmen pembayaran ganti rugi senilai Rp35 miliar oleh salah satu perusahaan pelayaran yang terlibat dalam insiden terbaru.
Ia menuntut agar setiap janji tersebut diformalkan melalui akta notaris, guna memastikan ada dasar hukum yang dapat digunakan oleh pemerintah apabila perusahaan gagal memenuhi kewajibannya.
“Kalau memang mereka serius ingin bertanggung jawab, harus ada pernyataan resmi melalui notaris. Jangan hanya pernyataan bawah tangan yang kemudian disalin dalam berita acara, itu lemah secara hukum,” kata Jahidin di Kantor DPRD Kaltim pada Jumat, 23 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa akta notaris bisa menjadi pijakan kuat untuk melakukan langkah hukum, termasuk penyitaan aset perusahaan jika terjadi wanprestasi.
Menurutnya, selama ini banyak perusahaan hanya memberikan janji lisan atau kesepakatan tanpa dasar hukum, sehingga sulit untuk dilakukan penindakan ketika mereka abai terhadap komitmen perbaikan.
Insiden terbaru yang memicu kembali sorotan terhadap tanggung jawab perusahaan pelayaran terjadi pada 26 April 2025 malam, saat sebuah tongkang bermuatan batu bara menabrak pilar keempat (P4) Jembatan Mahakam.
Kejadian ini bukan yang pertama. Tercatat sudah 23 kali jembatan tersebut mengalami kerusakan akibat ditabrak kapal atau tongkang sejak pertama kali dioperasikan. Dalam kasus terbaru, tali penarik (towing) dikabarkan terputus, membuat tongkang hanyut terbawa arus sungai sebelum akhirnya menghantam struktur jembatan.
Peristiwa serupa sebelumnya juga terjadi pada Februari 2025, ketika tongkang Indosukses 28 yang ditarik oleh tugboat MTS 28 menghantam pilar dua dan tiga jembatan. Meski perusahaan terlibat menyatakan siap memperbaiki kerusakan, pelaksanaan tanggung jawab tersebut belum terlihat nyata hingga kini.
“Dari data Komisi I, sudah ada 23 insiden yang berdampak langsung pada struktur Jembatan Mahakam. Tapi tidak semua perusahaan memberikan jaminan tertulis atau benar-benar menjalankan kewajiban perbaikan yang telah dijanjikan,” ujar Jahidin.
Menurutnya, situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Ia mengingatkan bahwa Jembatan Mahakam merupakan infrastruktur vital yang menopang mobilitas masyarakat dan perekonomian di Kalimantan Timur. Kerusakan yang berulang hanya akan menambah beban pemerintah dan menimbulkan keresahan publik.
Dalam rapat gabungan komisi yang telah dilaksanakan sebelumnya, Jahidin juga telah mengusulkan secara resmi agar penggunaan akta notaris dijadikan standar dalam setiap pernyataan tanggung jawab dari pihak pelaku usaha. Usulan tersebut, katanya, telah diterima dan dicatat oleh pimpinan DPRD Kalimantan Timur.
“Ini bukan soal menekan pelaku usaha, tapi memastikan perlindungan bagi kepentingan masyarakat luas. Kita tidak bisa terus-menerus dirugikan hanya karena kelalaian yang berulang. Negara harus hadir dengan perangkat hukum yang tegas,” tegasnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menekankan bahwa saat ini bukan waktunya lagi untuk memberi toleransi terhadap pelaku usaha yang mengabaikan tanggung jawabnya.
Jahidin mendorong agar semua komitmen ganti rugi atas kerusakan fasilitas umum seperti Jembatan Mahakam diikat dalam perjanjian yang sah dan bisa dieksekusi secara hukum jika diperlukan.
Sebagai informasi, Jembatan Mahakam I di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kembali mengalami insiden tabrakan oleh kapal tongkang bermuatan batu bara untuk yang ke-23 kalinya. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 26 April 2025, sekitar pukul 23.30 Wita, dan kembali menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait keamanan infrastruktur vital tersebut.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, insiden bermula dari putusnya tali penarik tongkang yang sedang melintasi Sungai Mahakam. Akibatnya, ponton bermuatan batu bara kehilangan kendali dan hanyut terbawa arus deras sebelum akhirnya menghantam bagian fender bulat di pilar keempat (P4) Jembatan Mahakam.
Benturan tersebut mengakibatkan kerusakan serius pada bagian safety fender, struktur pelindung yang dirancang untuk menahan benturan langsung ke pilar jembatan.
Fungsi utama fender adalah melindungi integritas struktur utama dari guncangan atau tabrakan kapal, dan kerusakan di bagian ini dikhawatirkan akan berdampak pada stabilitas pilar dalam jangka panjang jika tidak segera diperbaiki.