Insitekaltim, Samarinda – Dalam satu bulan, dua banjir besar merendam Kota Samarinda. Bencana terjadi pada 12 Mei dan berulang pada 27 Mei 2025. Total 36 titik dilaporkan terdampak, disertai insiden longsor, pohon tumbang, dan korban jiwa.
Menanggapi situasi tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan banjir tidak bisa dilihat dari satu penyebab semata. Ia menjelaskan, persoalan ini melibatkan banyak faktor, mulai dari kebijakan tata ruang hingga perilaku warga.
“Kalau soal banjir, ini variabelnya banyak sekali. Bukan cuma di Samarinda, beberapa kabupaten dan kota sekitar juga mengalami banjir. Tapi memang yang selalu ramai dibicarakan ya Samarinda. Kita nikmati saja karena mungkin Samarinda ini menarik perhatian banyak pihak,” ujarnya usai mengikuti Gerakan Ketinting di Sungai Karang Mumus pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Andi menilai, penanganan banjir di Samarinda sudah berjalan sesuai rencana teknis yang disusun. Ia menyebut kondisi kota selama tiga tahun terakhir relatif aman dari banjir besar. Anomali cuaca yang terjadi belakangan ini dinilainya tidak serta merta menunjukkan bahwa program yang ada gagal.
“Selama hampir tiga tahun terakhir ini kita relatif aman. Sekarang ada anomali, lalu dikatakan program tidak berhasil, ya tidak bisa disimpulkan seperti itu. Program teknis kami jalan terus, dan kami yakin arahnya sudah tepat,” tegasnya.
Ia juga mengajak para pengamat maupun warga yang aktif menyuarakan kritik untuk tidak hanya menyampaikan penilaian, tetapi juga ikut memberi masukan yang konstruktif.
“Terima kasih untuk semua yang aktif mengamati dan mengkritik Samarinda. Tapi akan lebih baik kalau juga menyampaikan solusi. Pemerintah terbuka terhadap saran, termasuk saran teknis. Kalau bisa terlibat secara konstruktif, itu jauh lebih bagus,” tambah Andi.
Selain persoalan teknis, ia juga menyoroti pentingnya konsistensi kebijakan lingkungan. Menurutnya, meski saluran air dan parit dibersihkan, sedimentasi dari aktivitas tambang dan pengupasan lahan di sekitar kota akan tetap memberi beban tambahan jika tidak dibarengi regulasi yang mendukung.
“Kita jangan lupa, ada kebijakan lingkungan yang juga harus mendukung. Kalau parit kita bersihkan tapi aktivitas tambang dan pengupasan lahan tetap berjalan, maka sedimentasi akan terus datang,” ujarnya.
Andi juga menyinggung persoalan sampah yang masih menjadi penyumbang utama penyumbatan saluran air.
“Kalau parit tersumbat, itu juga akibat kebiasaan kita membuang sampah sembarangan. Ini soal pengendalian diri. Kita harus kelola sampah sendiri, kalau tidak, dampaknya bukan hanya pada kita, tapi pada banyak orang,” jelasnya.
Ia menutup pernyataan dengan mengajak warga untuk ikut dalam kerja nyata, bukan sekadar menyuarakan keluhan di media sosial.
“Daripada saling menyalahkan, lebih baik kita ikut terlibat langsung. Seperti saat gotong royong, kerja bakti. Jangan hanya ramai di media sosial, saat aksi nyata malah tidak muncul. Partisipasi seperti itu lebih bermakna. Kami tidak akan lelah dan tidak akan menyerah mengurus masalah banjir di Samarinda,” tutupnya.