
Insitekaltim, Samarinda – Minimnya kehadiran pejabat struktural dalam Rapat Paripurna ke-18 DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yang digelar pada Kamis, 12 Juni 2025 di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim, memicu kritik dari sejumlah anggota dewan.
Forum resmi yang seharusnya menjadi ruang evaluasi kinerja pemerintah justru dihadiri oleh perwakilan teknis dan staf ahli, bukan pejabat utama seperti gubernur, wakil gubernur, atau sekretaris daerah. Para legislator menilai kondisi ini mencerminkan sikap yang tidak menghargai lembaga legislatif dan melemahkan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBD.
Anggota DPRD Kaltim Makmur menyampaikan keberatan terhadap representasi pemerintah provinsi yang dinilai kurang serius dalam menghadiri forum penting seperti paripurna.
“Yang sering datang ke sini bukan pejabat penting. Untuk kegiatan teknis, mungkin masih bisa diterima. Tapi untuk forum seperti ini, seharusnya yang hadir adalah Gubernur atau Wakil Gubernur,” ujar Makmur.
Sebagai mantan pejabat pemerintahan dengan pengalaman lebih dari 30 tahun, ia menilai bahwa forum paripurna semestinya mendapat perhatian penuh dari pimpinan daerah.
“Saya ini ASN juga, pernah jadi Kabag Umum. Dulu, gubernur atau pejabat penting selalu hadir. Sekarang kok berbeda? Ini soal penghormatan terhadap lembaga,” tegasnya.
Makmur juga menyarankan agar dibentuk sistem yang memastikan kehadiran pejabat tinggi pada rapat-rapat penting. Ia khawatir bila budaya menghargai lembaga seperti DPRD semakin luntur.
“Kalau yang datang hanya staf, seolah-olah tidak ada pejabat di dalam sistem. Saya mohon, ke depan hal seperti ini jangan terulang lagi. Ini pesan moral dari saya,” tambahnya.
Kritik serupa disampaikan oleh anggota DPRD lainnya, Abdul Giaz, yang menyayangkan hanya dua organisasi perangkat daerah (OPD) yang hadir dalam paripurna.
“Yang datang hanya dua OPD, dan perwakilannya pun sangat sedikit. Tolong, mari kita saling menghargai. Kalau bisa, jangan hanya diwakilkan,” ujar Giaz singkat.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh menyoroti minimnya distribusi dokumen terkait pembahasan APBD. Menurutnya, tenaga ahli setiap fraksi perlu mendapatkan salinan resmi agar dapat melakukan kajian yang mendalam.
“APBD itu penuh angka-angka, bukan narasi. Tenaga ahli kami seharusnya dibekali salinan dokumen agar bisa membantu kami dalam pembahasan,” ungkap Abdulloh saat menyampaikan interupsi.
Ia menyayangkan jika keterbatasan dokumen menghambat kerja legislasi dan pengawasan DPRD dalam mengevaluasi pertanggungjawaban anggaran.
Rapat paripurna ini merupakan bagian dari siklus tahunan pertanggungjawaban pemerintah daerah atas realisasi APBD 2024. Momen ini semestinya menjadi ruang evaluasi terbuka antara eksekutif dan legislatif untuk bersama-sama mengkaji capaian pembangunan di Kaltim.