
Insitekaltim, Samarinda – Program pendidikan gratis di Kalimantan Timur yang dikenal dengan Gratispol kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, menyampaikan sejumlah catatan penting terkait implementasi program tersebut, terutama menyangkut biaya seragam sekolah dan pembiayaan kuliah yang dinilai masih menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Sarkowi menjelaskan bahwa polemik mengenai masih adanya pembayaran seragam sekolah di tingkat SMA/SMK negeri bukanlah bentuk pelanggaran terhadap Program Gratispol. Ia menegaskan, bantuan seragam dalam program tersebut hanya mencakup seragam nasional.
“Yang dibiayai itu seragam nasional. Jadi bukan seragam pramuka, batik, baju laboratorium atau pakaian olahraga. Kalau kemudian sekolah menerapkan jenis-jenis seragam itu, itu berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua murid,” ungkap Sarkowi di Gedung E Kantor DPRD Kaltim pada Rabu, 9 Juli 2025
Namun, ia menekankan bahwa dalam pelaksanaannya, sekolah tidak boleh mengoordinasikan pembelian seragam, apalagi menunjuk toko tertentu untuk penyediaan pakaian tersebut. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan semangat transparansi dan keadilan yang diusung oleh program pendidikan gratis.
“Orang tua harus diberi kebebasan untuk beli di mana saja. Sekolah tidak boleh mengarahkan atau menunjuk toko tertentu. Itu tidak boleh. Dan itu menjadi catatan penting kami di Komisi IV,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa Komisi IV DPRD Kaltim tengah melakukan evaluasi terhadap praktik semacam ini di sejumlah sekolah. Dalam waktu dekat, pihaknya akan merekomendasikan langkah penertiban agar tidak terjadi pemaksaan pembelian yang membebani orang tua murid secara sepihak.
Sementara itu, menyangkut rencana penerapan Program Gratispol untuk jenjang pendidikan tinggi, Sarkowi mengingatkan bahwa konsep “gratis” tetap harus mempertimbangkan batas kemampuan keuangan daerah. Menurutnya, tidak semua jurusan bisa difasilitasi secara penuh, terutama jurusan dengan biaya tinggi seperti kedokteran.
“Kalau semua kuliah mau digratiskan, misalnya kedokteran, itu berat. Biayanya bisa di atas Rp10 juta per bulan. Kalau kita tanggung semua, berapa orang yang bisa dibiayai? Pasti gak cukup keuangan kita,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa dalam skema Gratispol untuk pendidikan tinggi, akan diterapkan sistem batas atas bantuan, seperti bantuan maksimal sebesar Rp5 juta, Rp7,5 juta hingga Rp9 juta per mahasiswa, tergantung kebutuhan dan program studi.
“Ini cara kita membatasi agar program bisa menyentuh lebih banyak mahasiswa. Jangan sampai demi memfasilitasi satu orang, yang lain jadi tidak kebagian,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Sarkowi berharap, masyarakat memahami bahwa Gratispol bukan berarti seluruh komponen biaya pendidikan ditanggung penuh tanpa batas, melainkan sebagai bentuk intervensi pemerintah untuk meringankan beban pendidikan secara adil dan terukur.
“Yang penting kita jaga transparansi, kejelasan aturan, dan jangan sampai masyarakat dibingungkan dengan kebijakan yang tidak seragam di lapangan,” tutupnya.

