
Insitekaltim,Sangatta – Usulan tunjangan kerja risiko tinggi personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) belum mendapatkan serius pemerintah daerah.
Kasatpol PP Kutim Didi Herdiansyah mengatakan usulan pemberian tunjangan Satpol PP telah beberapa kali keluar masuk meja hearing Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemkab Kutim, namun hingga sekarang belum dipenuhi dalam APBD Kutim.
“Sudah sering kok kita usulkan, tapi belum diakomodir oleh pemerintah dan dewan,” ujarnya kepada Insitekaltim, Rabu (17/5/2023).
Ia menerangkan anggota Satpol PP Kutim dalam menjalankan tugas menertibkan pedagang kaki lima (PKL), tempat hiburan malam (THM), kafe, penertiban baliho dan penegakan perda dan perkada tidak menutup kemungkinan diserang oleh yang bersangkutan akibat tidak terima dengan upaya yang dilakukan petugas.
Apalagi menjelang Pileg 2024, banyak yang harus dikerjakan Satpol PP Kutim dalam penegakan aturan daerah tapi tugas yang akan dilakukan tentu akan berbenturan dengan masyarakat.
“Makanya saya selalu dorong untuk dapat tunjangan risiko bagi anggota saya,” ujarnya.
Tunjangan risiko untuk Satpol-PP seharusnya diwajibkan ada bagi daerah-daerah karena telah tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
Hal ini sudah diterapkan di beberapa daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) di antaranya Kutai Kartanegara, Samarinda dan Balikpapan. Maka dari itu Didi berharap bisa diterapkan di Kutim.
“Tunjangan yang diusulkan sebesar Rp2,5 juta sama dengan Kutai Kartanegara,” tuturnya.
Sementara itu terkait permintaan pengajuan proposal akan kebutuhan Satpol PP Kutim oleh DPRD Kutim, Didi menanggapi pengajuan proposal seharusnya tidak dilakukan, sebab permintaan ini merupakan permintaan tahunan tapi belum direspon penyusun program dan anggaran.
“Seharusnya tidak usah lagi ada proposal, langsung dong diakomodir karena kami sudah sampaikan terus-terusan,” keluhnya.