Insitekaltim,Samarinda – Forum Milenial Nusantara mengajak generasi muda dari berbagi perguruan tinggi untuk berdiskusi terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Kick of Pilkada 2024 di Aula Badan Riset dan Inovasi Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (13/7/2024).
Bertajuk “Evaluasi dan Potensi Kaltim di Masa yang Akan Datang”, kegiatan ini menghadirkan narasumber dari akademisi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Elvyani NH Gaffar, akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman Purwadi dan akademisi UINSI Samarinda Suwardi Sigama.
Di kesempatan itu, Elvyani menyampaikan terkait salah satu tantangan generasi muda adalah meningkatkan kesadaran tentang isu politik yang ada di sekitar, terutama saat ini masyarakat tengah menghadapi tahun politik.
Ia meminta jangan asal pilih calon pemimpin bangsa. Penting untuk melihat rekam jejak, pahami visi, misi dan program politik yang dibawa oleh masing-masing calon pemimpin. Generasi muda harus meningkatkan kesadaran untuk ikut memberi kritik atas jalannya kinerja pemerintah dan pelaksanaan demokrasi seperti pilkada.
Dirinya meminta anak muda memiliki tiga kecerdasan sebagai bekal mengawal dan memimpin bangsa Indonesia di masa depan. Pertama, kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini diletakkannya di paling atas urutan kecerdasan yang paling penting untuk dimiliki generasi muda.
“Kecerdasan spiritual akan menghasilkan moral yang bagus untuk menjadi leader, sikap yang bagus, etika yang bagus. Jika sudah punya etika, maka akan punya karakter dan prinsip yang kuat,” ujar Elvyani.
Kedua, kecerdasan emosional. Kecerdasan ini diperlukan untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Ia menegaskan untuk tidak tinggal diam melihat adanya ketidakadilan atau ada yang tidak benar. Ketiga, kecerdasan intelektual. Elvyani meletakkan kecerdasan intelektual di urutan terakhir.
“Orang yang cerdas spiritual banyak? Sedikit. Orang yang cerdas, encer otaknya banyak? Banyak. Yang katanya paling pintar belum tentu paling hebat,” tegasnya.
Elvyani mengajak mahasiswa untuk pandai berdebat dan mengkritik pemerintah dengan kritik yang membangun. Ikut berdemo dan mengetahui benar apa yang menjadi isi dari aksi tersebut.
Di sisi lain, Purwadi menyinggung soal korupsi yang bagaikan penyakit kanker stadium lima. Ibaratnya, apabila dokter berusaha menyelamatkan nyawa pasiennya, maka tidak dapat memberikan solusi sama sekali.
Korupsi telah menggerogoti segala sektor yang ada. Bangsa ini disebutkannya telah dijajah lagi. Bukan dijajah negara lain, tetapi dijajah oleh koruptor.
Purwadi bahkan menantang para calon pemimpin yang selalu menjanjikan untuk menyejahterakan rakyat melalui membalik anggaran yang ada dengan perbandingan 80:20.
“Cari calon pemimpin yang kalau ada anggaran nanti berani 80 persen untuk rakyat dan 20 persen untuk pejabatnya. Ada yang berani? Tidak ada yang berani,” sebutnya yang disambut tepuk tangan meriah partisipan yang mengamini.
Korupsi yang merajalela, mengkhawatirkan seluruh pihak. Sepeser rupiah yang dikorupsi sangat berharga untuk keberlangsungan hajat hidup orang banyak. Purwadi menyampaikan alasannya mengapa korupsi tumbuh subur.
“Kenapa korupsi menjadi penyakit nomor 1? Karena ada demokrasi kapitalisme, karena yang mengisi ada empat oligarki. Ada parpol (partai politik) yang bilang tidak pakai mahar, bohong,” ungkapnya.
Sementara itu, Suwardi yang turut menyoroti aksi haram korupsi, ingin membuka mata seluruh generasi muda bahwa memilih pemimpin bukan saja tentang datang ke tempat pemungutan suara. Terdapat hal-hal yang perlu dicermati sebelum memilih kepala daerah.
Melihat rekam jejak karier si calon pemimpin, menengok visi, misi dan program yang dibawakannya untuk masa depan daerah ke depan, serta memastikan cara memilih tersebut benar alias tidak menerima bentuk serangan fajar apapun.
“Kalau dalam hal menciptakan kepala daerah dengan cara yang tidak benar, apa yang kita harapkan dari kepala daerahnya? Ketika kita harapkan sesuatu yang baik, maka prosesnya harus benar,” tekan Suwardi.
Tak ingin terus menerus menjejalkan pesimisme, dirinya menginginkan seluruh pihak terutama generasi muda untuk memiliki harapan besar bagi Indonesia, khususnya Kaltim.
Dengan mengajak dan mengedukasi masyarakat terkait pentingnya menghindari proses memilih kepala daerah melalui hasil suap amplop, akan sangat berarti bagi proses pilkada.
“Bisakah teman-teman menyadarkan terkait isu itu kepada mereka? Kebingungan soal isu yang ada, teman-teman turun membuat mereka yakin sehingga mereka (para pemimpin) juga ada dan diakui bukan saat datang saja baru dipilih,” tutupnya.