Insitekaltim,Sangatta – Keputusan penghapusan tenaga honorer menjadi topik yang kontroversial, khususnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim Joni memberikan pandangannya terhadap kebijakan ini yang dinilainya berpotensi merugikan banyak pihak.
“Tenaga honorer tidak bisa dihilangkan begitu saja,” tegasnya saat ditemui langsung di ruang kerjanya, Rabu (8/11/2023).
“Untuk di Kutim sendiri, honorer masih dibutuhkan. Kalau honorer dihapus, ini berarti banyak yang tidak akan menerima gaji lagi, karena honorer hanya diatur dalam kebijakan di instansi,” ungkap Joni.
Joni juga menyoroti perbedaan antara honorer dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), di mana PPPK memiliki jaminan gaji dan aturan yang lebih jelas.
Ia juga menegaskan bahwa dalam praktiknya, banyak tenaga honorer berperan sebagai pengganti sementara, mirip dengan magang dan jika kebutuhan akan tenaga pengajar mendesak yang diprioritaskan adalah tenaga lulusan tenaga kerja kontrak daerah (TK2D).
“Untuk TK2D kan ada surat keputusannya, jadi aman saja,” ujarnya.
Penghapusan tenaga honorer menjadi isu yang patut dipertimbangkan dengan cermat, mengingat dampaknya terhadap banyak individu yang bergantung pada pekerjaan tersebut.
Joni menegaskan bahwa perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap kebijakan ini, terutama dalam konteks kebutuhan daerah seperti Kutim yang masih memperkerjakan tenaga honorer untuk mendukung sektor pendidikan dan kesehatan.
Sebagai informasi, tenaga honorer di instansi pemerintah resmi dihapus pada 2024 mendatang. Instansi juga dilarang untuk merekrut honorer baru untuk mengisi jabatan aparatur sipil negara (ASN). Keputusan ini berdasarkan revisi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) 31 Oktober lalu. Beleid itu menyebut tenaga non-ASN harus ditata. Penataan pegawai honorer itu dibatasi paling lambat hingga Desember 2024.