
Insitekaltim, Samarinda – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Kalimantan Timur menyoroti sejumlah persoalan krusial yang belum tertangani di berbagai daerah pemilihan. Hal ini terungkap dalam laporan hasil reses masa sidang II tahun 2025 yang disampaikan Anggota Fraksi PDIP H Baba, dalam Rapat Paripurna Ke-28 di Gedung Utama DPRD Kaltim, Senin 4 Agustus 2025.
Dalam laporan tersebut, Fraksi PDIP menyebut persoalan infrastruktur jalan desa dan penghubung antarwilayah sebagai keluhan utama warga, terutama di Kutai Barat, Mahakam Ulu dan Penajam Paser Utara. Kerusakan jalan disebut menghambat pergerakan ekonomi dan distribusi hasil pertanian.
“Kondisi jalan yang rusak parah bukan hanya memperlambat distribusi hasil bumi, tapi juga membatasi akses layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan,” tegas H Baba dalam laporannya.
Tak hanya infrastruktur, isu pertanian juga menjadi perhatian. Fraksi PDIP menilai program bantuan dan dukungan sarana prasarana dari pemerintah pusat belum menyentuh secara merata masyarakat petani lokal. Jalan usaha tani, irigasi dan alat produksi belum memadai.
“Kami menyerap aspirasi petani yang mengeluhkan sulitnya mengakses bantuan langsung. Pemerintah diminta lebih berpihak pada petani kecil, bukan hanya korporasi,” ujarnya.
Kekhawatiran serius juga disampaikan warga terkait dampak ekspansi perkebunan sawit. Menurut H Baba, di beberapa kabupaten seperti Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, warga menolak perluasan kebun sawit karena dianggap merusak lingkungan dan mengurangi sumber air bersih.
“Warga melihat sendiri, setelah sawit masuk, mata air berkurang, tanah jadi kering, dan kualitas air menurun. Ini bukan isu baru, tapi makin terasa dampaknya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fraksi PDIP juga menyoroti ancaman konversi lahan produktif akibat pertambangan batu bara dan perkebunan. Perubahan fungsi lahan secara besar-besaran disebut sebagai penyebab berkurangnya area persawahan dan rawan bencana lingkungan.
“Alih fungsi lahan yang tidak terkendali bisa jadi bom waktu. Masyarakat pedesaan yang paling terdampak,” imbuhnya.
Masalah sosial dan keagamaan pun mencuat dari hasil kunjungan para anggota fraksi. Warga meminta perhatian serius atas isu kemiskinan, angka stunting, dan sarana ibadah. Banyak rumah ibadah yang butuh renovasi namun belum mendapat bantuan pemerintah.
“Kami temukan kendala teknis dalam pengurusan izin mendirikan rumah ibadah. Prosedur yang rumit membuat banyak tempat ibadah belum punya legalitas jelas, padahal eksis sejak lama,” kata H Baba.
Dalam penutup laporannya, Fraksi PDIP mendesak pemerintah provinsi agar serius menindaklanjuti hasil reses sebagai masukan pokok dalam penyusunan program pembangunan. H Baba menekankan bahwa laporan tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan refleksi langsung aspirasi konstituen.
“Kami tidak ingin laporan ini hanya jadi arsip. Ini suara rakyat yang harus masuk dalam perencanaan APBD dan program nyata,” tandasnya.
Laporan reses Fraksi PDIP disusun berdasarkan hasil kunjungan ke daerah pemilihan masing-masing anggota selama periode 1–8 Juli 2025. Lampiran laporan memuat aspirasi konkret dan usulan program kegiatan yang dibawa dari masyarakat secara langsung.

