Insitekaltim,Samarinda – Proses pembebasan lahan untuk proyek normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM) di Kota Samarinda telah memasuki tahap pertama.
Wali Kota Samarinda Andi Harun saat peninjauan lapangan Senin (24/6/2024) mengemukakan bahwa 151 rumah telah ditandai dengan cat merah sebagai bagian dari tahap awal pembongkaran mandiri oleh warga.
“Hari ini kami, Pemerintah Kota Samarinda, bersama dengan Kabid SDA dari Dinas PUPR Provinsi, meninjau pembebasan lahan untuk segmen Pemuda Ruhui Rahayu dan lebih tepatnya di wilayah Ruhui Rahayu Gelatik,” ungkap Andi Harun.
Pada tahap pertama ini, diketahui 151 bangunan rumah telah ditandai untuk pembongkaran. Sementara untuk tahap kedua, sekitar 53 bangunan rumah juga telah diidentifikasi. Andi Harun mengharapkan agar proses tersebut bisa selesai hingga tanggal 28 bulan ini.
Andi Harun menjelaskan bahwa proses ini cukup memakan waktu karena penilaian yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai penilai independen.
“Penilaian dari KJPP memakan waktu cukup lama karena mereka merupakan penilai independen. Namun, hari ini kami sampaikan bahwa 151 unit rumah dalam tahap pertama sedang berlangsung pembongkaran secara mandiri dan 53 unit rumah lainnya akan diselesaikan di tahap kedua,” ujarnya.
Lebih lanjut ia merinci total anggaran yang dialokasikan untuk tahap pertama ini yang mana angka yang mencapai Rp17,1 miliar telah disalurkan untuk 151 rumah tersebut. Sedangkan tahap kedua diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp39,75 miliar.
“Kami berterima kasih kepada Pemprov, terutama kepada Pj Gubernur Pak Akmal Malik dan Dinas PUPR Provinsi yang terus bersinergi dengan Pemkot Samarinda,” tambah Andi Harun.
Orang nomor satu di Kota Tepian itu berharap proyek ini dapat mengurangi dampak banjir di Samarinda secara signifikan dalam 1-2 tahun mendatang.
“Saya berharap mohon doanya untuk lebih bersabar dan ini konsisten kita lakukan secara bertahap. Mudah-mudahan dalam 1-2 tahun ke depan, banjir bisa kita atasi dengan baik,” harapnya.

Tak selesai di pembongkaran, Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Pera Kalimantan Timur Runandar menjelaskan rencana normalisasi sungai setelah pembongkaran selesai.
“Rencana kami adalah memasukkan tiga unit alat untuk normalisasi sungai antara Ruhui Rahayu dan Gelatik. Normalisasi ini mencakup mengangkut dan membersihkan sungai yang ada serta melebarkan sungai sekitar lebih kurang 40 meter sesuai desainnya,” ungkap Runandar.
Area pemukiman yang terkena dampak sekitar 200-300 meter dan setelah pemkot membersihkan serta membebaskan masalah sosialnya, PUPR akan fokus pada normalisasi fisik.
“Untuk fisiknya yang bertugas untuk penurapan selanjutnya, mudah-mudahan Balai Wilayah Sungai (BWS) sudah masuk perencanaan dan pelaksanaan fisiknya untuk tahun depan,” ujar Runandar.
Salah satu warga yang terdampak, Arbayah (66), yang telah tinggal di rumahnya selama 16 tahun, mengungkapkan kesedihannya.
“Secara pribadi tentu rasa sedih itu ada, karena saya sudah mendiami tempat ini cukup lama. Namun sulit juga mencari solusi lain hingga akhirnya kami menyetujui kesepakatannya,” ujarnya.
Arbayah menerima kompensasi senilai Rp28 juta atas pembongkaran rumahnya. “Kalau inginnya saya rumah ganti rumah, karena dengan Rp28 juta akan dapat rumah di mana? Meskipun ini rumah sederhana tapi ini yang menjadi tempat tinggal saya selama ini,” ucapnya lirih.
Meski demikian, Arbayah berharap pengorbanan seluruh masyarakat yang rumahnya dibongkar akan membawa kebaikan bagi Kota Samarinda.
“Harapannya dengan pengorbanan kami ini mampu mencapai tujuan sesuai yang diharapkan, yakni terselesaikannya masalah banjir di Kota Samarinda ini,” tandas Arbayah.