Insitekaltim,Samarinda – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar diskusi dalam acara Konsolidasi Demokrasi Menuju Pilkada Serentak Kaltim 2024.
Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Muhadam Labolo sebagai narasumber mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi demokrasi Indonesia.
Beberapa masalah yang kerap muncul dalam proses demokrasi di Indonesia, di antaranya netralitas aparatur sipil negara (ASN), penyebaran hoaks, money politics atau politik uang, serta perbedaan antara program dan pragmatisme.
“Ini adalah masalah yang jelas terlihat dalam demokrasi kita. Ini harus diantisipasi sebelum pilkada,” ungkapnya di Ballroom Fugo Hotel Samarinda, Selasa (3/9/2024).
Mengenai netralitas ASN, ia menyebutkan akan ada kesulitan tersendiri. Mereka, birokrat, yang merupakan warga Negara Indonesia, juga memiliki hak suara dan memiliki hak untuk memberikan suaranya kepada siapapun yang menjadi pilihannya.
Terkait money politics, Muhadam menilai bahwa praktik ini tidak akan sepenuhnya hilang, tetapi bisa dikurangi. Salah satu cara mengurangnya adalah kemampuan untuk menyadarkan diri sendiri agar tidak terlibat dalam praktik tersebut.
“Money politic mungkin tidak akan hilang, tapi kita bisa menguranginya. Apakah birokrat bisa benar-benar netral? Ini sangat sulit, karena mereka juga punya hak pilih,” katanya.
Kemudian, ia membahas soal kualitas demokrasi di Indonesia yang dinilainya memiliki beberapa kecacatan.
“Dengan indeks demokrasi kita, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, posisinya tidak terlalu bagus. Tingkat partisipasi dalam pilpres memang tinggi, tapi jika hanya hebat di prosedur tanpa substansi, itu bukan demokrasi yang berhasil,” ujarnya
Demokrasi yang berhasil, lanjut Muhadam, harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, menurunkan angka kemiskinan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Demokrasi bukan hanya tentang prosedur, tetapi juga tentang substansi yang menyentuh kesejahteraan rakyat. Bahkan ia menyebut, gagalnya demokrasi dapat dilihat dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan.
“Demokrasi yang baik itu jika kemiskinan menurun, kesehatan meningkat dan angka harapan hidup makin tinggi,” tandasnya.
Muhadam menyinggung soal prosedur demokrasi yang dibuat saat ini, awalnya dibuat untuk menyaring agar orang yang tidak kompeten tidak naik menjadi pemimpin.
“Orang jahat dan bodoh harusnya tidak masuk ke dalam sistem demokrasi,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa salah memilih pemimpin, baik kepala daerah, presiden, maupun legislatif, akan berdampak pada buruknya sistem yang akan mengatur kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih pemimpin dan menjaga integritas demokrasi Indonesia.