
Reporter : Apriliani – Editor : Redaksi
Insitekaltim,Samarinda – Komisi III DPRD Provinsi Kaltim, menggelar rapat bersama PT. Pelindo dan PUPR terkait tabrakan antara ponton dan bagian bawah Jembatan Mahakam, Senin (25/11/2019) di Gedung D DPRD Kaltim.
Dihadiri Ketua Komisi III DPRD Kaltim, H. Hasanuddin Mas’ud. S.Hut., M.Si, bersama para anggota Komisi III DPRD Kaltim. Kepala KSOP Samarinda, Capt. Dwiyanto,SH, MM, Kepala Navigasi Samarinda, Capt. Alwi Tunru, BPJN XII Balikpapan, Nunung Noor Asnan dan Dinas Perhubungan Prov. Kaltim.
Ketua Komisi III, H. Hasanuddin Mas’ud. S.Hut., M.Si. mengungkapkan, Komisi III masih belum puas terkait hearing hari ini, karena SOP nya yang tidak jelas.
“Jika ada insiden selanjutnya, kita tidak tahu harus berkoordinasi dengan siapa. Tadi sudah diterangkan bahwa operatornya Pelindo, dan Pelindo mendapatkan izin dari KSOP,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kasus ini akan ditindaklanjuti dengan jelas, dengan hearing hari ini, Komisi III ingin meminta kejelasan, sanksi perdata, pidana atau ke mahkamah pelayaran.
“Pihaknya baru tahu jika sudah sekitar 15 kali penabrakan Jembatan Mahakam, mungkin akan ditutup. Dan kedepannya akan diberikan sanksi yang berat dan jelas,” kata Hasan sapaannya
Sedangkan Alwi juga menerangkan, hasil rapat ini akan di tindak lanjuti sesuai dengan arahan KSOP.
“Kami hanya sebagai operator, jadi otoritasnya semua ada di KSOP. Apa yang diperintahkan KSOP, kami hanya menjalankan sesuai yang diharapkan KSOP,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan, masalah ijin gerak kejadian kemarin, pemilik kapal dan nakhoda sudah mengakui bahwa mereka salah, dan tidak mengajukan permohonan untuk pemandu pengolongan.
“Kami sudah jadwalkan untuk kapal yang turun, dan kapal yang naik, sudah kami jadwalkan. Jadi di luar jadwal itu, kami tidak melakukan komando karena faktor air pasang surut. Kapal-kapal yang turun itu, otomatis kadang kita harus menggunakan air pasang, dan kalau kapal yang naik, biasanya saat air surut pun juga tidak ada masalah. Memang semua itu jadwalnya kami yang buat, tapi diketahui oleh KSOP,” terangnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Kapal Pandu di sini ada 2, dan sisanya itu adalah Kaiso jumlahnya 8 unit.
“Kalau dayanya, kami selalu mengacu kepada aturan PM 93 masalah aspower kapal tunda, jadi kami tidak berani bermain masalah aspower, kapasitas minimal 2000 aspower. Rata-rata 1 kapal itu ada yang 2000-2100,” imbuhnya.
“Kami berusaha untuk meningkatkan pelayanan, kami melihat kondisi yang ada di lapangan, tentang kondisi arus yang sangat kuat. Makanya kami berinisiatif, dan sudah mengusulkan kapal yang lebih canggih,” sambungnya.
Alwi menerangkan bahwa itu lebih tampak seperti skutel. Karena kalau menggunakan mesin skutel, walaupun arusnya kuat, tidak akan berpengaruh, jadi akan tetap tegak lurus.
“Jika kapal mau maju ataupun mundur, dayanya akan tetap sama kekuatannya, dari samping, ataupun dari belakang, dari manapun, akan tetap tegak lurus dan tidak terpengaruh dengan arus. Itulah yang diusulkan setahun yang lalu,” ungkapnya.
Alwi juga menegaskan bahwa Pelindo bekerja sesuai aplikasi, semua pemohon lewat aplikasi. Karena Pelindo menggunakan sistem otomatis dari operator.
“Dan yang berhak menahan serta mengawasi itu ada di KSOP. Kami cuma operator yang diperintahkan di 3 jembatan, yaitu Mahakam, Mahulu dan Mahkota.
“1 jembatan, kami siapkan 2 Pandu dan 1 motor pandu. Di Mahakam ada 5, karena merupakan titik rawan, sedangkan Mahulu ada 2, dan Mahkota ada 2. Personil pandu sebanyak 21 orang, untuk keselamatan pelayaran,” tegasnya.
Rata-rata pengolongan sebanyak 20 – 25 kapal/hari, ia juga mengungkapkan bahwa tarif sekali pengolongan sebanyak Rp. 1.872.660/kapal/jembatan.
Sementara, Kepala KSOP Samarinda, Capt. Dwiyanto, SH, MM. menjelaskan bahwa Pelindo sudah diberikan panduan dari Kementerian Hubungan Laut.
“Namun mungkin, ini hanya masalah konsistensi pelaksanaan di lapangan. Pelindo sudah diberikan jadwal, ini karena diluar jam,” jelasnya
Ia menerangkan, KSOP akan keluarkan surat edaran untuk penekanan semuanya, untuk sanki akan mengacu pada notulen hari ini.
“Aturannya sanksi administratif, yang paling berat adalah penggantian, kerusakan, dan sebatas mana kerusakannya,” terangnya.
Dwiyanto mengatakan bahwa akan ditunjukkan kepada notulen atas hasil rapat bersama DPRD.
“Jadi, hasil rapat bukan kemauan KSOP, ini atas aspirasi masyarakat. Dan untuk penanganan masalah menabrak yang sebelumnya, sudah mengganti kerugian pada instansi terkait, PUPR,” tutupnya.