Insitekaltim, Samarinda – Peredaran narkoba tidak lagi hanya terbatas pada transaksi di jalanan, namun kini merambah hingga balik jeruji besi. Fenomena narapidana yang mengendalikan jaringan narkoba dari dalam penjara semakin menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
Hal ini terbukti dalam pengungkapan kasus terbaru oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Timur, di mana dua narapidana Lapas Kelas II Tenggarong terlibat aktif dalam mengendalikan peredaran narkotika jenis sabu.
Beberapa hari lalu, tim dari Bidang Pemberantasan dan Intelijen BNNP Kaltim yang dipimpin oleh Tejo Yuantoro berhasil mengamankan Yuliantha Palinggi (34), tersangka yang diduga sebagai kurir narkoba pada Kamis, (3/10/2024), sekitar pukul 14.00 Wita.
Penangkapan ini berlangsung di Jalan Kadrie Oening, depan Hotel Mahakam, Kota Samarinda. Dalam penangkapan tersebut, petugas menemukan barang bukti berupa 1,021 kilogram sabu, sepeda motor, serta satu unit telepon genggam.
Namun, pengungkapan ini bukanlah puncak dari kasus tersebut. Berdasarkan pengakuan tersangka, Yuliantha hanya bertindak sebagai kurir yang dikendalikan oleh dua narapidana di Lapas Kelas II Tenggarong. Kedua narapidana tersebut adalah Rizky Akbar alias Kiki (37) dan Muhammad Robby alias Obe (36), yang berhasil menjalankan operasi peredaran narkotika dari dalam penjara menggunakan telepon genggam.
Kedua narapidana ini menggunakan telepon genggam sebagai alat komunikasi utama untuk mengendalikan peredaran narkoba. Modus ini sering digunakan oleh jaringan narkotika sebagai cara untuk menghindari pengawasan langsung dari aparat penegak hukum. Dalam kasus ini, Rizky Akbar dan Muhammad Robby diduga memberikan instruksi kepada Yuliantha untuk mendistribusikan sabu kepada pembeli.
Menurut Tejo Yuantoro, Kepala Bidang Pemberantasan dan Intelijen BNNP Kaltim, pengendalian peredaran narkoba oleh narapidana dari dalam lapas menjadi tantangan tersendiri bagi BNNP dan aparat hukum lainnya.
“Tersangka Yuliantha mengaku bahwa ia hanya bertindak sebagai kurir yang dikendalikan oleh dua narapidana di Lapas Tenggarong,” ujarnya.
Setelah mendapatkan pengakuan dari Yuliantha, BNNP Kaltim segera berkoordinasi dengan Lapas Kelas II Tenggarong untuk mengamankan kedua narapidana tersebut beserta dua unit telepon genggam yang digunakan dalam pengendalian peredaran narkoba ini.
Selain itu, BNNP Kaltim berencana untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang bukti elektronik tersebut menggunakan alat forensik digital, Cellebrite, guna menelusuri jejak komunikasi dan perintah yang diberikan oleh para narapidana.
Saat ini, Yuliantha bersama barang bukti telah diamankan di BNNP Kaltim untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Sementara itu, pihak Lapas Kelas II Tenggarong juga tengah bekerja sama dalam pengamanan Rizky Akbar dan Muhammad Robby untuk memastikan keterlibatan mereka dalam jaringan narkoba yang lebih besar.
Kasus ini diperkirakan hanya merupakan bagian kecil dari jaringan narkoba yang lebih luas yang dikendalikan dari dalam lapas. BNNP Kaltim berkomitmen untuk mengembangkan penyelidikan ini guna mengungkap jaringan yang lebih besar dan mencegah terjadinya peredaran narkoba lebih lanjut di Kalimantan Timur.
“Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk memastikan apakah ada jaringan yang lebih luas. Kami juga akan melakukan gelar perkara dan melanjutkan proses penyidikan sesuai prosedur yang berlaku,” tambah Tejo Yuantoro.
Keberhasilan pengungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya kerja sama antara masyarakat dan aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkotika, terutama di wilayah Kalimantan Timur. Kolaborasi ini diharapkan dapat terus berlanjut demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dari bahaya narkoba.