Reporter: Santos – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Pandemi Covid-19 membuat banyak orang hampir di seluruh belahan dunia mengalami ketidakpastian akan kondisi hidupnya. Pasalnya, virus Corona yang telah menyerang jutaan orang di berbagai negara bisa menghampiri siapa saja. Beberapa kelompok orang bahkan rentan dengan dengan virus ini.
Di tengah situasi ini, banyak orang beranggapan bahwa dirinya aman dari paparan virus sejauh tidak berdekatan dengan orang yang terinfeksi. Tidak jarang juga ada pihak-pihak yang merasa dirinya jauh dari penyakit karena masih berusia muda. Karena alasan itulah asuransi kesehatan jarang dilirik dan diminati, khususnya di Indonesia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu bahkan menyebut tingkat kesadaran masyarakat Indonesia tentang asuransi kesehatan itu jauh dari kata cukup. Penetrasi dan densitas asuransi kesehatan Indonesia masih relatif rendah jika dibandingkan negara-negara sekawasan.
“Tantangan terbesar ya Covid itu sendiri, sudahlah situasinya Covid, tingkat awarenessnya masyarakat tentang asuransi itu sendiri juga rendah ditambah lagi tingkat literasi yang rendah,” kritik Togar dalam Diskusi Daring Publik bertajuk Transformasi Asuransi Jiwa sebagai Solusi Perlindungan dan Perencanaan Keuangan Jangka Panjang, Kamis (4/3/2021) lalu.
Dalam diskusi daring yang digelar oleh Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama dengan AXA Mandiri tersebut, Togar juga menambahkan bahwa tantangan lain yang dihadapi oleh dunia asuransi dewasa ini adalah terkait hiruk-pikuk klaim yang tidak dibayar.
Namun demikian, Togar menekankan bahwa dari 100% kalim, 97% klaim itu terbayar. Sedangkan 3% klaim yang tidak terbayar mendapat reaksi di mana-mana sehingga situasi di pasar menjadi rusuh. Menurutnya, klaim itu seyogyanya harus dilihat secara holistik, kalaupun itu ditolak jelas ada alasannya.
“3% orang yang klaimnya bermasalah inilah yang berbicara ke mana-mana, lalu orang tua-orang tua ini menurunkan ke anak-anaknya. Klaim itu harus dilihat case per case. Perusahan gak mungkin menolak klaim itu dengan sembarangan, gak mungkin itu. Jadi memang persepsinya itu sudah buruk, nah ini yang harus diangkat. Makanya kami berharap pemerintah segera membangun lembaga penjamin pemegang polis supaya persepsi masyarakat juga naik,” ucap Togar.
Di tengah tantangan yang ada, Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianto Andi Handoko melihat bahwa pandemi Covid-19 adalah batu loncatan bagi industri asuransi. Menurutnya, pandemi Covid-19 mendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki asuransi kesehatan.
Di samping itu, Andi mengapresiasi perusahaan asuransi yang sejauh ini sudah memberikan pelayanan optimal kepada para nasabah kendati Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi.
“Covid ini sebenarnya pandemi, artinya perusahaan asuransi bisa saja terbebas dari kewajiban untuk membayar klaim terkait sakit karena Covid. Namun demikian, kami mengapresiasi karena ternyata banyak juga perusahaan asuransi yang memasukkan klausul, artinya begini, di polis sendiri sebenarnya di exclude penyakit karena pandemi, tapi nyatanya di lapangan banyak juga perusahaan asuransi yang tetap komit untuk membayarkan klaim terkait Covid ini. Jadi sekali lagi ini good news,” jelas Andi.
Direktur Kepatuhan AXA Mandiri Financial Services Rudy Kamdani mengutarakan hal senada dengan Andi. Menurutnya, pandemi Covid-19 telah mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi kesehatan.
Sebagai perusahaan yang berfokus pada proteksi jiwa dan kesehatan, AXA Mandiri menangkap peluang ini dengan memberikan solusi perlindungan dan pelayanan yang maksimal bagi nasabah.
AXA Mandiri sendiri memegang prinsip Customer First, dimana nasabah dianggap sebagai partner yang akan menerima layanan yang memiliki nilai lebih.
Beberapa contoh layanan yang diberikan yaitu layanan telekomunikasi seperti klaim kesehatan melalui aplikasi Whatsapp, layanan eksklusif di rumah sakit, evakuasi medis, perawatan kesehatan sesuai kebutuhan (Rencana diet, konsultasi dengan psikiater, dll), dan opsi medis kedua bagi nasabah AXA Mandiri.
“Ada satu layanan evakuasi medis. Nah itu kami mengevakuasi seseorang di Papua yang sakit jantung dan harus ditransfer langsung ke Jakarta, nah itu kami lakukan dalam waktu kurang dari satu hari,” terang Rudy.
Lebih lanjut Rudy mengatakan, AXA Mandiri membuktikan pelayanan yang maksimal kepada nasabah di masa pandemi ini dengan membayarkan klaim dalam jumlah yang sangat besar.
Ini merupakan komitmen AXA Mandiri dalam memberikan proteksi dan perlindungan keuangan jangka panjang bagi semua nasabahnya.
“Untuk klaim itu sendiri, kami tahun lalu membayarkan klaim kurang lebih 4,8 triliun. Ini menurut kami luar biasa karena cukup banyak nasabah yang merasakan manfaat asuransi yang dimilikinya terlebih dalam situasi yang serba tidak pasti ini,” tambah Rudy.
Sebagaimana diketahui khalayak ramai, biaya rumah sakit karena Covid-19 memang tidak murah. Oleh karena itu, Togar menekankan bahwa asuransi kesehatan merupakan opsi yang paling tepat terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Togar berharap agar masyarakat sadar bahwa yang dibeli dari asuransi kesehatan itu adalah ketenangan, entah itu di kemudian hari dipakai atau tidak yang pasti hidup menjadi lebih tenang.
“Apapun situasinya mau ada Covid mau gak ada Covid, masyarakat itu butuh asuransi, apapun situasinya. Sekarang bayangin kita gak punya asuransi kena Covid, ini seandainya kalau gak ditanggung pemerintah, tau gak biayanya berapa. Itu sekitar 400 sampai 500 juta loh, itu jual rumah satu loh tipe 21 di Bekasi di pojokan sono. Sekarang bayangin kalau dia punya, dia tenang kan,” pungkas Togar.