Insitekaltim, Samarinda – Fenomena “doom spending” atau kebiasaan belanja impulsif makin sering disebutkan belakangan ini di kalangan generasi muda. Dari CNN Indonesia, terdapat 9,89 juta generasi mereka masih kesusahan mencari kerja.
Di tengah kondisi itu, kini gen Z dan milenial malah diperkirakan menjadi kesulitan ekonomi dibandingkan generasi sebelumnya. Ibaratnya, walau sulit, tak jadi pantangan bagi mereka untuk boros asal bisa bahagia.
Tanpa disadari tren ini menjangkiti Hiza (21), seorang mahasiswa semester 3 di salah satu universitas di Samarinda. Ia mengakui bahwa belanja sering menjadi godaan yang sulit dihindari, terutama saat ada diskon besar-besaran.
“Awalnya cuma iseng lihat-lihat, tapi ujungnya checkout,” kata Hiza, Minggu (22/12/2024).
Ia merasa kebiasaan ini sering dianggap sebagai bentuk “self-reward” (perhargaan atas diri sendiri), namun dampaknya membuat keuangannya tidak terkontrol.
“Saya pikir itu hadiah untuk diri sendiri, tapi akhirnya malah boros,” ungkapnya.
Hiza juga menyebut bahwa kemudahan akses belanja online menjadi salah satu pemicu utama. Dengan sekali klik, ia bisa mendapatkan barang yang diinginkan, meskipun sering kali tidak benar-benar dibutuhkan.
Kini, Hiza berusaha memperbaiki kebiasaan belanjanya dengan lebih berhati-hati. Langkah kecil ini ia lakukan agar bisa lebih bijak dalam mengatur keuangan.
“Saya mulai mencoba membatasi belanja hanya untuk kebutuhan,” jelasnya.
Sama halnya dengan teman satu kuliahnya Caca (22). Dia mengaku sering terjebak dalam perilaku ini tanpa sadar.
“Kadang saya belanja online karena merasa bosan atau tertekan,” ungkap Caca.
Menurutnya, aktivitas tersebut memberikan rasa nyaman sesaat, terutama saat ia menghadapi tekanan akademik. Namun, perasaan itu sering kali berubah menjadi penyesalan.
“Rasanya menyenangkan, tapi setelah lihat total pengeluaran, saya jadi menyesal,” ujarnya.
Barang yang dibeli Caca tidak selalu diperlukan dan hanya menumpuk di kamarnya. Ia mengaku bahwa diskon besar-besaran dan kemudahan belanja online menjadi faktor utama yang mendorongnya.
“Awalnya cuma lihat-lihat, tapi ujungnya checkout,” tuturnya.
Perilaku doom spending semakin sering ditemui di kalangan muda, dan para ahli menyarankan untuk lebih sadar terhadap pengeluaran agar keuangan tetap terkontrol.