Reporter: Santos – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dewasa ini telah membatasi aktivitas fisik masyarakat. Pembatasan ruang gerak ini memaksa setiap orang mengubah perilaku dari yang biasanya bertatap muka, kini beralih ke sistem daring. Bekerja dilakukan dari rumah, rapat-rapat dan seminar dilakukan secara virtual, dan begitupun dengan kegiatan pemasaran.
Dalam era revolusi industri 4.0 saat ini, transformasi digital dalam menjalankan bisnis sebenarnya merupakan suatu keharusan bagi semua sektor usaha. Termasuk sektor asuransi kesehatan. Pasalnya, digitalisasi telah membuat perilaku konsumen berubah dan cenderung memenuhi semua kebutuhan hidupnya melalui sistem online.
Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianto Andi Handoko bahkan menyebut tahun 2020 adalah tahun yang sangat berat bagi industri asuransi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari berkurangnya pertemuan fisik yang dialami oleh masyarakat khususnya di Indonesia.
“Tahun lalu ini memang anomali sekali situasinya. Saya rasa semua lini usaha di Republik ini kan memang menghadapi permasalahan yang cukup berat yah. Nah untuk asuransi jiwa sebenarnya lebih struggle lagi,” terang Andi pada Diskusi Publik bertajuk Transformasi Asuransi Jiwa sebagai Solusi Perlindungan dan Perencanaan Keuangan Jangka Panjang, Kamis (4/3/2021) lalu.
Diskusi publik yang diprakarsai oleh AXA Mandiri bekerjasama dengan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta ini dilakukan secara virtual dan diikuti oleh para jurnalis dari sejumlah kota di Indonesia.
Kondisi ini menurut Andi Handoko mendorong OJK selaku regulator bersama Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) berinisiatif untuk menerbitkan kebijakan relaksasi. Kebijakan ini membuat industri asuransi diijinkan untuk menjual produk Unit Link melalui tatap muka secara virtual.
OJK sendiri berharap kebijakan ini dapat menembus pertumbuhan premi asuransi kesehatan di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Kami dari OJK selalu mengedepankan kebijakan-kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri, namun tetap mengedepankan pula kepentingan konsumen. Artinya ketika kami berikan relaksasi kepada perusahaan asuransi jiwa untuk dapat menjual produk secara virtual face to face tetap ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dahulu,” tambah Andi.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menekankan kembali bahwa tantangan terbesar saat ini adalah Covid-19 itu sendiri.
Namun demikian, Togar mengapresiasi kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK terkait relaksasi untuk pemasaran produk asuransi kesehatan secara virtual.
Menurutnya, kebijakan tersebut telah mengangkat angka produksi dari perusahaan-perusahaan yang sempat mandek di awal Maret 2020. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pembatasan kegiatan sosial masyarakat, di mana penjualan secara offline menjadi pilihan utama saat itu.
“Tantangan terbesar ya Covid itu sendiri. Bayangin awal-awal Maret 2020 itu dimana situasi memang gak jelas, jadi kayak orang perang tapi gak tau musuhnya siapa gitu, lalu semua orang di rumah lah. Bila ada agen yang berani, tapi prospek atau nasabahnya yang gak berani. Nah, memang bersyukur bahwa kemudian OJK memberikan relaksasi pemasaran secara virtual face to face,” jelas Togar.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kepatuhan AXA Mandiri Financial Services Rudy Kamdani mengungkapkan, dunia saat ini sudah berubah dan memberikan dampak pada perubahan akan kebutuhan masyarakat.
Rudy kemudian memaparkan Data Alvara Research Center yang menyebutkan tiga hal yang menjadi dampak utama dari pandemi Covid-19, yaitu digital impact, social impact dan consumption impact.
Menurutnya, AXA Mandiri sendiri telah berupaya untuk beradaptasi dengan melihat perubahan tersebut sebagai suatu peluang. Dalam hal ini, AXA Mandiri mendorong inovasi dan kreativitas serta percepatan transformasi digital khususnya bagi asuransi kesehatan.
“Jadi kami lebih kreatif, lebih inovatif dalam menyediakan solusi perlindungan maupun menghadirkan layanan yang maksimal bagi nasabah. Berbagai tantangan yang saya sebutkan tadi membuka peluang bagi kami AXA Mandiri, yang berfokus pada solusi perlindungan jiwa dan kesehatan untuk menyajikan kebutuhan perlindungan utama bagi nasabah di masa Pandemi Covid-19 ini,” terang Rudy.
AXA Mandiri telah membuktikan komitmennya dengan memberikan pelayanan yang maksimal kepada nasabah melalui penerapan Good Corporate Governance secara ketat pada seluruh aspek bisnis. Hal itu dimulai dari proses pemasaran produk, pengelolaan dana nasabah, hingga pembayaran klaim kepada nasabah.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh AXA Mandiri adalah dengan meningkatkan kualitas SDMnya. Tenaga pemasar dibekali dengan pengetahuan yang menyeluruh dari sisi produk dan serangkaian proses, sebelum mereka membantu nasabah untuk merencanakan proteksi jangka panjang.
“Kami menerapkan metode No Pass No Sell, yaitu screening yang ketat bagi tenaga pemasar atau FA kami sebelum dapat memasarkan produk asuransi yang baru diluncurkan, dan sudah pasti itu tersertifikasi keagenan oleh AAJI,” ungkap Rudy.
Selain itu, AXA Mandiri juga menerapkan “welcome call” atau konfirmasi ulang kepada nasabah untuk memastikan nasabah memahami manfaat, biaya-biaya yang dikenakan dan risiko dari produk asuransi yang dibelinya.
“Bagian dari proses kontrol kami adalah welcome call ini, kami mau memastikan kualitas penjualan kami itu benar, proses yang dilakukan itu benar. Menurut kami itu sudah satu keharusan, dan ini sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh pak Andi tadi,” pungkas Rudy.