
Insitekaltim, Samarinda – Sengketa batas wilayah Kampung Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur dipastikan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah upaya mediasi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada 11 Agustus 2025 berakhir tanpa kesepakatan.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin menegaskan bahwa semua pihak harus menghormati proses hukum yang kini menjadi kewenangan MK. Ia mengingatkan agar baik Pemkot Bontang maupun Pemkab Kutai Timur menjaga situasi tetap kondusif di lapangan.
“Kita hormati proses hukum itu, dan kita berharap di lapangan, baik Pemkot Bontang maupun Pemkab Kutim, menjaga situasi agar tetap kondusif. Apapun keputusannya nanti, itu kepentingan bersama,” ujarnya saat ditemui seusai Rapat Paripurna ke-30 DPRD Kaltim, Jumat 15 Agustus 2025.
Sidrap yang berada di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, menjadi wilayah yang diperebutkan dua daerah. Secara geografis, kawasan ini lebih dekat ke pusat Kota Bontang, sementara secara administrasi tercatat masuk Kabupaten Kutai Timur.
Warga Sidrap harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer untuk mencapai pusat pemerintahan Kutim, sementara sebagian besar kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan PDAM selama ini difasilitasi Pemkot Bontang.
Secara hukum, Kutai Timur memiliki landasan kuat melalui Permendagri No. 25 Tahun 2005 tentang batas wilayah, serta UU No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Bontang yang tidak mencantumkan Sidrap sebagai bagian Bontang. Bahkan, gugatan Pemkot Bontang ke Mahkamah Agung pada 2024 ditolak. Namun, secara de facto sekitar 80 persen warga Sidrap ber-KTP Bontang dan beraktivitas sehari-hari di kota tersebut.
Perbedaan ini membuat Pemkot Bontang mengusulkan pengalihan 163 hektare wilayah Sidrap ke wilayah administratifnya, namun usulan tersebut ditolak oleh Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman. Dengan gagalnya mediasi, Pemprov Kaltim akan membawa hasil pertemuan ke Kementerian Dalam Negeri untuk diteruskan ke MK.
Salehuddin mengingatkan agar tidak ada pernyataan provokatif yang bisa memperkeruh suasana, baik sebelum maupun sesudah putusan MK. Ia juga menekankan pentingnya menjamin hak-hak masyarakat Sidrap tetap berjalan.
“Tugas kita tetap mensejahterakan masyarakat, di manapun posisi administrasinya nanti. Putusan MK harus kita hormati, amankan, dan yang terpenting memberikan keuntungan bagi masyarakat Sidrap,” pungkasnya.