
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur Sapto Setyo Pramono menegaskan pentingnya akurasi dan validasi data dalam pelaksanaan program beasiswa gratis yang tengah digencarkan oleh pemerintah provinsi.
Ia menilai, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada besarnya anggaran, melainkan pada sistem pendataan yang akurat dan menyeluruh.
Sapto mengkritisi kelemahan mendasar yang selama ini terjadi dalam mekanisme pendataan penerima beasiswa. Menurutnya, banyak kekeliruan yang berdampak pada ketidaktepatan sasaran bahkan membuka celah penyalahgunaan.
“Maka data akurasi itu berartikan tidak akurat. Iya kan. Bagaimana dia mengambil database dari NIK. Kalau misalkan orang tuanya dia, siapa yang mengatakan bahwa orang tuanya tidak mampu, miskin, anak berprestasi dari mana? Itu harus clear. Database data yang mendasar dulu,” ujarnya, Senin, 2 Juni 2025.
Sapto mengingatkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, ia menekankan bahwa prioritas utama dalam program beasiswa harus tetap diberikan kepada masyarakat miskin atau anak-anak dari keluarga tidak mampu yang memiliki prestasi akademik.
“Masa orang yang sudah kaya tetap juga diberikan? Artinya boleh untuk setiap warga Kalimantan Timur. Tetapi adil tidak?” katanya.
Ia juga menyoroti fenomena warga yang memanipulasi status sosial demi mendapatkan bantuan. Hal ini, menurutnya, merupakan bentuk ketidakjujuran terhadap diri sendiri.
“Misalkan ada yang sudah berkecukupan mau disebut miskin, tidak mau kan. Artinya anda zalim terhadap diri anda dan anda tidak mensyukuri nikmat yang Allah kasih, betul tidak,” ucapnya.
Sapto menyebutkan bahwa sejak tahun lalu hingga sekarang, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mencatat sejumlah temuan terkait ketidaktepatan penyaluran beasiswa. Hal ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa sistem pendataan masih menyimpan banyak kelemahan.
“Nah, di sini saya menyarankan bahwa basis data minta yang tepat, yang akurat. Karena ada beberapa hal mulai dari tahun kemarin, bahkan di tahun sekarang, temuan BPK kan tentang masalah pemberian beasiswa,” ungkapnya.
Ia menilai bahwa masih terdapat ruang ketidakakuratan dan penyimpangan dalam sistem yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, diperlukan validasi menyeluruh terhadap data agar manfaat beasiswa benar-benar dapat dirasakan oleh yang berhak.
“Artinya apa? Bahwa beasiswa yang disalurkan itu masih miss. Ada ruang data yang tidak akurat,” ujarnya lagi.
Oleh karena itu, Sapto mendorong agar pendataan dimulai dari aspek-aspek mendasar, seperti latar belakang pendidikan calon penerima, asal sekolah, dan kondisi ekonomi keluarga. Ia menekankan pentingnya verifikasi lapangan agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.
“Misalkan si A dia lulusan SMP mana, SMA mana, kondisi keluarganya seperti apa! Jangan nanti tanda kutip, orang mampu ataupun pejabat ingin memanfaatkan itu. Oknum, iya kan,” katanya.
Menurutnya, praktik-praktik seperti ini masih sering terjadi. Padahal, program beasiswa diperuntukkan bagi warga tidak mampu. Ia mengajak seluruh pihak untuk memperbaiki sistem pendataan sebagai langkah awal penataan kebijakan pendidikan yang adil dan tepat sasaran. “Saya menyarankan agar perbaiki data dulu,” tambahnya.
Sapto juga menekankan pentingnya pemetaan sebaran pelajar dan mahasiswa di setiap kabupaten dan kota, termasuk asal lembaga pendidikan mereka, baik negeri maupun swasta. Pendekatan ini dinilai penting untuk merumuskan kebutuhan anggaran secara lebih presisi.
“Jangan sampai apa yang sudah baik ini menjadi problem di kemudian hari. Anggaran besar yang sudah kita berikan ini tidak tepat sasaran,” tegasnya.
Ia kembali mengingatkan bahwa bantuan seharusnya ditujukan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Karena itu, validasi data menjadi syarat mutlak.
“Kepada orang yang membutuhkan, ya, clear. Artinya sepakat kan kalau kita memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan. Jadi jangan sampai data yang kita berikan itu belum tervalidasi dengan baik,” lanjutnya.
Ia bahkan mengusulkan pembentukan tim khusus untuk melakukan verifikasi data penerima bantuan di setiap daerah. Tim ini bertugas menelusuri identitas dan kondisi sosial ekonomi calon penerima, seperti siapa orang tuanya, tempat tinggal, serta penghasilan keluarga.
“Masa rumah sudah dua lantai masih ditempel data PKH, kan lucu,” katanya menyindir kondisi timpang yang masih ditemukan di lapangan.
Sebagai Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto juga mendesak pemerintah provinsi membangun sistem data mandiri yang dikelola secara terintegrasi dan terus diperbarui. Ia menyatakan, Kalimantan Timur seharusnya tidak bergantung sepenuhnya pada basis data nasional.
“Database itu harus selalu updating dalam rangka untuk tolak ukur kinerja ataupun apapun di situ,” ujarnya.
Menurutnya, jika sistem data dibangun dengan benar dan diperbaharui secara berkala, maka proses pengambilan keputusan akan menjadi lebih akurat dan objektif. Ia mencontohkan bagaimana data bisa dimanfaatkan untuk melihat sebaran kemiskinan secara riil hingga ke tingkat kelurahan.
“Anggap aja kalau database bagus. Nanti kalau misalkan lulusan SMP, cek Samarinda, cek Sungai Kunjang, cek kelurahan ini. Siapa yang keluarga tidak mampu, yang miskin, yang penghasilannya di bawah satu juta atau dua juta, atau golongan serabutan, misalkan buruh bangunan dan sebagainya. Dia nyewa, itu kan kelihatan,” paparnya.
Sapto juga mengingatkan pentingnya membedakan antara pekerja swasta dan wirausaha. Kesalahan dalam mengklasifikasi status pekerjaan menurutnya bisa menimbulkan ketidaktepatan dalam pendataan.
“Kalau anda swasta berarti anda bekerja dalam suatu perusahaan orang. Ini harus dibedakan. Anda punya anggota, kemudian anda juga memberikan, membagikan rezeki yang diatur dari yang di atas, berarti anda bagian dari wirausaha,” jelasnya.
Ia mengakhiri pernyataannya dengan menyoroti peran strategis organisasi perangkat daerah (OPD) provinsi dalam menjamin sinkronisasi data antarwilayah. Ia berharap agar data kependudukan yang menjadi basis perencanaan program sosial, termasuk beasiswa, bisa tervalidasi secara menyeluruh.
“OPD provinsi tugasnya bagaimana mensinkronkan dengan kabupaten/kota. Bahwa data kependudukan tervalidasi dan akurat. Karena data ini akan dipakai sampai nanti Pilkada. Jangan sampai orang mati bisa nyoblos, bisa masuk lagi karena tidak update,” tutupnya. (Adv)