Insitekaltim,Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono menyoroti sikap kepala SMA Negeri 10 Samarinda yang dianggap arogan.
Sebagai informasi, Kepsek SMAN 10 Samarinda Fathur Rachim sebelumnya menyatakan bahwa PPDB SMAN 10 Samarinda dibuka lebih awal.
Fathur kemudian menyampaikan beberapa poin mengapa PPDB tersebut dibuka lebih awal, salah satunya karena SMAN 10 berbasis provinsi.
“Pertanyaannya apakah sekolah lain tidak berbasis provinsi? Ini pernyataan yang menurut saya sembrono dan melukai sekolah-sekolah lain,” ketus Nidya di Samarinda, Senin (19/6/2023).
Selain itu, pernyataan lain yang disoroti oleh Nidya ialah kepala SMAN 10 Samarinda membeberkan sekolahnya memiliki aturan sendiri dan tidak mengikuti regulasi yang telah ditetapkan Disdikbud Kaltim.
“Loh ini bagaimana SMAN 10 ini apakah berdiri sendiri tanpa Dinas Pendidikan? Ini kan juga pernyataan yang menurut saya tidak seharusnya diungkapkan seorang kepala sekolah,” kritiknya.
Politikus Partai Golkar itu menegaskan terlepas dari polemik yang bersangkutan terkait syarat-syarat teknis pelantikan, dirinya meyakini ketika pemerintah melantik seorang kepala sekolah maka tentu telah menimbang berbagai hal dan aspek.
“Tetapi hari ini saya monyoroti masalah attitude beliau, tutur kata beliau, kemudian cara beliau berkomunikasi dengan masyarakat dan media perlu kita kritisi bersama,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, dirinya merupakan salah satu orang yang berdiri di depan ketika SMAN 10 diganggu dan dijadikan obyek negatif sebab menurutnya yang terpenting adalah bagaimana SMAN 10 bisa berkembang baik dan anak-anak bisa bersekolah dengan baik.
“Kemudian leadership yang ada di sana harus banyak-banyak belajar untuk tidak membuat gaduh. Apalagi dengan mengeluarkan pernyataan seperti itu,” sindirnya.
Nidya pun meminta Kepala Disdikbud Kaltim untuk mengevaluasi kinerja kepala SMAN 10 yang disebut-sebut menjual nama secara negatif karena merasa dekat dengan Gubernur Kaltim Isran Noor.
“Mohon maaf saya juga memohon ke Pak Gubernur karena beliau (kepala SMAN 10 Samarinda) ini cukup sombong untuk kemudian menyatakan hal-hal seperti ini karena saya dengar-dengar merasa dekat dengan Pak Gubernur,” sebutnya.
Ia menegaskan, masalah dekat atau tidak dekat dengan orang nomor satu Benua Etam tidak menjadi urusan atau masalah, namun tetap harus menjaga hubungan vertikal dan horizontalnya. Baik kepada masyarakat, teman-teman, juga kepada pimpinan termasuk kepala dinas dan gubernur.
“Semua dekat dengan Pak Gubernur tapi tidak seperti itu. Justru kita harus menjaga marwahnya Pak Gubernur. Ini yang kemudian menjadi salah bahwa Pak Gubernur itu pemimpin kita semua, bukan satu pihak saja. Kalau memang merasa dekat justru saya meminta Komisi IV untuk dilakukan hearing,” tuturnya.
Sementara Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda Abdul Rozak menjelaskan, seluruh sekolah negeri di bawah naungan provinsi baik SMA, SMK maupun SLB memiliki status yang sama.
“Semua sekolah negeri acuannya Disdikbud Kaltim di bawah naungan Gubernur Kaltim, klir itu. Biar SMAN 16 juga berada di bawah naungan Provinsi Kaltim. Memang anak siapa kalau tidak di bawah naungan Disdikbud Kaltim,” selorohnya.