
Insitekaltim, Kukar- Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada masa kepemimpinan Bupati Edi Damansyah dan Wakil Bupati Rendi Solihin berhasil mencatatkan prestasi gemilang. Pasalnya, bila merujuk pada produk domestik regional bruto (PDRB), tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan indeks gini ratio dinilai lebih baik dari pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Plt Kepala Bappeda Kukar Sharifah Vanesa Vilna menerangkan terkait PDRB di Kabupaten Kutai Kartanegara selalu di atas dan berada di atas rata-rata nasional maupun provinsi. Meski demikian, pada tahun 2024 angka tersebut mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena penurunan harga komoditas batu bara dan jumlah penduduk yang bertambah. Sehingga produk domestik regional bruto, kata dia, menjadi turun sebagai hitungan bahwa PDRB per kapita mengalami penurunan karena jumlah penduduk menjadi pembagi pada angka PDRB.
Sedangkan, lanjutnya, tingkat kemiskinan di Kukar bergerak terus ke angka positif. Lebih baik dari rata-rata nasional.
“Tapi memang kita masih tinggi dari kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur,” beber Sharifah saat memberikan sambutan pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026, Selasa 22 April 2025 di Ruang Rapat Ing Martadipura, Kantor Bappeda Kukar.
Sharifah bilang tren positif selama tahun 2021 sampai dengan tahun 2024 berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sebanyak 3.360 orang dari yang sebelumnya 3.940 orang pascadampak Covid-19. Untuk dapat keluar dari angka kemiskinan 7 persen ini, maka diperlukan lebih banyak usaha (effort) dan stimulus terhadap ekonomi dan perlindungan sosial.
Sementara itu, untuk tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Kutai Kartanegara lebih baik jika dibandingkan dengan pemerintah provinsi dan nasional. Meski begitu, yang menjadi catatan pada tahun 2024 angkanya meningkat di angka 4,11. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya partisipasi angkatan kerja tetapi tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia.
Begitu pula, kata Sharifah, pemerataan pendapatan atau gini ratio Kabupaten Kutai Kartanegara lebih baik dari pemerintah provinsi maupun nasional. Namun, di tahun 2024 meningkat di angka 0,3.
“Jadi, sebelumnya kita berada di kategori rendah. Itu berarti semakin rendah maka semakin baik gini ratio. Tapi, pada tahun 2024 kita berada di kategori sedang di angka 0,37. Sehingga hal ini mengindikasikan distribusi pendapatan di Kutai Kartanegara belum mendapatkan perhatian,” bebernya.
Ia menambahkan proyeksi rancangan RKPD 2026 adalah memperhatikan capaian tahun 2024 serta memperhatikan rencana target di tahun 2025. Untuk penilaian target akhir RPJMD dari 6 indikator makro, sementara 4 target yang menjadi indikator sudah tercapai.
“Hanya dua target yaitu produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita dan indeks gini ratio yang akan dilakukan penyesuaian di target tahun 2025 yaitu pada proses perubahan RKPD 2025 agar nanti pada akhir periode 2021-2026 sesuai dengan target RPJMD yang ditetapkan di peraturan daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Rencana Umum Penanaman Modal di Kabupaten Kutai Kartanegara,” katanya.
Substansi atau pedoman pada saat penyusunan RKPD ini adalah RPJPD Kutai Kartanegara Tahun 2025 yang sudah ditetapkan melalui Perda Nomor 16 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangan Panjang Daerah.
Menurutnya berdasarkan arah kebijakan, permasalahan dan isu strategis, maka tema pembangunan di Kutai Kartanegara adalah Penataan Kelembagaan-kelembagaan Pemerintah Daerah dan Pemerataan Infrastruktur Pembagunan yang Berkelanjutan. Sedangkan, tema dari provinsi “Penguatan Fondasi Pelaksanaan Pembangunan Kaltim Sukses Menuju Generasi Emas”. Sementara tema dari pemerintah pusat “Peningkatan Produktifitas Swasembada Pangan dan Energi Serta Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif”.
Penguatan fondasi ini bila diterjemahkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara adalah berkaitan dengan bagaimana menata kelembagaan dan pemerataan infrastruktur.
Tema ini harus menjiwai 8 prioritas daerah. Pertama, pemerataan kualitas layanan kesehatan. Kedua, pemerataan kualitas layanan pendidikan. Ketiga, penguatan kawasan ekonomi potensial. Keempat, penguatan regulasi dan tata kelola. Kelima, penguatan infrastruktur dan penerapan digitalisasi pelayanan publik. Keenam, penguatan nilai-nilai tradisional serta warisan budaya. Ketujuh, penguatan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan infrastruktur desa yang berkualitas. Kedelapan, pembagunan sarana dan prasarana konektivitas wilayah.
“Semua prioritas tersebut harus berdasarkan regulasi yang benar, regulasi yang sesuai dan tata kelola yang baik serta didukung dengan infrastruktur yang memadai,” pungkasnya. (Adv)