Insitekaltim, Jakarta – Dalam ruang kelas Idol Extra, di antara deretan kursi yang biasa dipenuhi canda dan tawa, suasana mendadak redup. Langit hati mendung, dan senyum yang biasa menghiasi wajah-wajah penuh semangat kini seolah tertutup kabut sendu. Di sana, Vanessa Simorangkir duduk berdampingan dengan rekan-rekannya. Namun, ada kegelisahan yang bergetar dalam tatapan perempuan kelahiran 15 Februari 2004 itu, ada kenangan yang berpendar di pelupuk matanya.
Di balik kelopak yang tak lagi mampu menahan derasnya rindu, air mata jatuh satu demi satu, membasahi pipinya yang merona. Dalam hatinya, nama itu kembali menggema—Piche Kota. Pemuda asal Atambua Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dengan caranya sendiri, telah menghadirkan kehangatan tanpa banyak kata, perhatian tanpa perlu ditunjukkan secara gamblang.
“Meski begitu, rasa perhatiannya tidak ditunjukkan secara langsung,” ucap Vanessa Zee sapaan akrab Vanessa Simorangkir sebagaimana dikutip Insitekaltim dari Chanel YouTube Idol Extra, Sabtu 28 Maret 2025.
Suara lirihnya bergetar, seperti daun yang gemetar diterpa angin pagi. Suara yang biasa menyanyikan nada-nada indah kini diselimuti perasaan kehilangan yang belum sanggup direlakan. Di akhir lirik kerinduan yang tak bersuara, Vanessa mengucapkan terima kasih. Kepada kebersamaan yang telah mereka lalui, kepada lagu-lagu yang mengikat mereka dalam harmoni, kepada satu kenangan yang kini menjadi bagian dari sejarah perjalanannya. Babak eliminasi dua Let It Be, duet spektakuler Show 9 dengan lagu Kisah Kasih di Sekolah—semua itu kini menjadi kepingan memori yang berharga.
Spektakuler Show 9: Kisah yang Bersemi dan Tangis Perpisahan
Malam itu, panggung Indonesian Idol Season XIII berubah menjadi tempat di mana suara bukan sekadar lantunan nada, tetapi juga curahan hati yang tulus. Jutaan mata menanti, debaran dada menyatu dalam ritme yang sama. Duet Vanessa dan Piche dengan lagu Kisah Kasih di Sekolah menghipnotis setiap penonton, mengubah malam menjadi kisah yang akan selalu terkenang.
Nama mereka bukan sekadar dua huruf yang bersanding dalam daftar peserta. Mereka adalah fenomena yang menjelma ke dalam layar, memenuhi halaman-halaman media sosial dengan tawa dan kebersamaan yang tulus. Instagram, TikTok, YouTube—semuanya berbicara tentang mereka. Chemistry yang kuat, suara yang saling melengkapi, dan pesona yang membuat hati para penonton terikat tanpa sadar.
Namun, malam itu bukan hanya tentang lagu. Malam itu juga menjadi saksi perpisahan. Ketika result show tiba, nasib berkata lain. Keduanya berdiri di titik kritis, menanti keputusan yang akan mengubah jalan hidup mereka. Boy William mengumumkan keputusan juri dengan suara yang menggantung di udara. Vanessa tetap bertahan, sementara langkah Piche harus terhenti di babak spektakuler 9.
Sejenak, waktu seakan berhenti. Piche, dengan senyum yang ia paksa untuk tetap tegar, menatap Vanessa yang tak lagi mampu membendung air matanya. Dalam keheningan yang bising oleh tepuk tangan, keduanya berpelukan. Sebuah pelukan yang bukan hanya tentang perpisahan, tapi juga tentang janji tak terucap. Tentang kenangan yang akan tetap hidup di antara mereka.
Vanessa menangis dalam diam, membiarkan rasa yang tertahan selama ini luruh dalam pelukan Piche. Sementara itu, Piche, dengan ketegaran yang ia pinjam dari Gunung Lakaan di tanah kelahirannya, mencoba tersenyum. “Semua akan baik-baik saja,” mungkin itu yang ingin ia katakan, meski hatinya pun perih.
Piche Kota: Sebuah Perpisahan yang Tertinggal dalam Kenangan
Hari itu, langkah Piche terasa lebih berat. Setelah pengumuman eliminasi, ia kembali ke ruang kelas Idol Extra untuk mengucapkan perpisahan. Seperti biasa, ia mencoba menutupi kesedihannya dengan lelucon. Tapi semua tahu, tawa yang ia hadirkan malam itu adalah tawa yang menyembunyikan luka.
Saat bertemu Vanessa untuk terakhir kalinya dalam kompetisi ini, air mata tak lagi bisa dibendung. Vanessa menangis, dan untuk pertama kalinya, Piche pun tak mampu menahan kesedihannya. Ia mencoba menatap Vanessa, tetapi matanya memilih untuk melihat ke arah lain—seolah tak ingin hatinya semakin goyah.
“Fajar, Piche titip. Tolong dijaga kakak dan adik-adik Piche. Teman-teman cewek juga tolong jaga Fajar, ya,” ucapnya dengan suara lirih, namun cukup untuk membuat semua yang ada di ruangan itu merasakan luka yang sama.
Lalu, seperti angin yang perlahan menghilang dari permukaan bumi, Piche berlalu. Tanpa banyak kata, tanpa banyak isyarat. Hanya satu yang ia tinggalkan—kenangan yang akan terus hidup di dalam hati Vanessa, di dalam hati semua orang yang pernah menyaksikan perjalanan mereka.
Malam itu, sebuah pelukan menjadi simbol dari perpisahan yang terlalu berat untuk diucapkan. Tapi seperti nyanyian yang tak akan pernah benar-benar berakhir, kenangan tentang Piche dan Vanessa akan tetap mengalun dalam hati setiap orang yang pernah menyaksikan kisah mereka di panggung Indonesian Idol.