INSITEKALTIM MAKASAR– Pasca Pilkada serentak 2018, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto , tengah merencanakan mutasi pejabat eselon II akhir Juli atau awal Agustus nanti.
Salah satu pihak pemerhati pemerintahan mengharapkan semoga mutasi ini bukan bagian dari sisa-sisa dendam politik pasca pemilihan Kepala Daerah Kota Makasar ( Pilkada)
“Ya, harapan kita. Mutasi menurutnya sah-sah saja, cuma jangan sampai ini berbau dendam politik,” ujar Andi Aziz Mirwan, pemerhati pemerintahan saat dihubungi lewat telpon seluler., Rabu Malam(25/7/2018).
Menurut Aziz, mutasi sebaiknya karena kebutuhan organisasi. Jika masih menjadi bagian dari kesumat politik, maka orang-orang yang akan duduk nanti, adalah pilihan politis, bukan kompetensi.
“Padahal Pak Danny ini membutuhkan pejabat-pejabat teknis yang kompeten. Setahun ke depan, akan sangat menentukan kinerjanya. Baik buruknya akan ditentukan di sisa masa jabatannya itu,” tutur Aziz.
Alumnus Pascasarjana Unhas ini melihat, keputusan-keputusan Ramdhan Pumanto pasca cuti pilkada memang masih menyisakan tanda tanya. Diantaranya kata dia, pengangkatan Naisyah.T Azikin sebagai Sekretaris Kota (Sekkot) menggantikan Muh Yasir.
Alasan penggantian Yasir juga,menurut Aziz, terlalu prematur untuk menilai apakah Yasir pantas atau tidak menjadi Sekkot.
“Harusnya diberi kesempatan dulu bekerja. Saya melihat ini bisa diasumsikan berbau politis. Kan Yasir belum bisa dinilai kinerjanya karena baru dua bulan menjabat. Harusnya diberi kesempatan lagi agar bisa diukur apakah dia kompeten atau tidak,” tegasnya.
Aroma politisnya terasa menurut Aziz karena Yasir diangkat oleh Wawali Syamsu Rizal yang waktu itu menjabat Plt. Walikota.
Pengangkatan ini memang tidak mendapat persetujuan Ramdhan.
“Begitu juga Plt. kadisdik Mukhtar Tahir langsung dicopot begitu Danny masuk usai cuti. Jadi kalau publik melihat ada aroma politik, itu wajar-wajar saja,” tambah Aziz.
Karena itu, mutasi yang akan datang, Walikota Makasar Mohammad Ramdhan Pumanto perlu mempertimbangkan banyak hal. Tidak lagi karena alasan politis tapi mengedepan profesionalisme.
“Tidak boleh ada “dendam” politik lagi. Orientasinya harus satu, kompetensi. Agar kita bisa mencetak pejabat-pejabat eselon yang baik,” tutupnya
Wartawan Nur Alim