
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur Agusriansyah Ridwan kembali mengingatkan pemerintah agar tidak menunda-nunda pemenuhan infrastruktur dasar di wilayah Sangkulirang Seberang, Kabupaten Kutai Timur.
Menurutnya, wilayah yang meliputi desa-desa seperti Mandu Dalam, Mandu Pantai Lestari, Saka, hingga Sandaran ini sudah terlalu lama berada dalam bayang-bayang keterisolasian layanan publik, terutama terkait listrik dan infrastruktur jalan.
Ia menegaskan bahwa komitmen terhadap pemenuhan infrastruktur dasar di kawasan tersebut sejatinya telah digaungkan sejak masa kampanye oleh sejumlah tokoh, termasuk para gubernur Kaltim dan beberapa anggota DPR RI. Namun, hingga kini, janji-janji tersebut belum terwujud secara konkret di lapangan.
“Pertama, nah ini yang penting saya sampaikan bahwa waktu Pak Gubernur mencalonkan diri, beliau menyatakan bahwa kawasan Sangkulirang Seberang ini akan menjadi prioritas untuk perbaikan jalan dan listrik. Tapi sampai sekarang masyarakat masih hidup dalam keterbatasan,” kata Agusriansyah kepada wartawan, Rabu, 28 Mei 2025.
Ia menuturkan bahwa aspirasi dari masyarakat setempat terus bergema, mencerminkan kebutuhan mendesak atas layanan dasar yang belum merata. Meskipun telah ada langkah awal berupa survei bersama antara Bagian Sumber Daya Alam Kabupaten Kutai Timur, PLN, dan perusahaan daerah milik kabupaten (PMK), dorongan lebih kuat dari tingkat provinsi tetap diperlukan agar kementerian terkait segera menindaklanjutinya.
“Saya sudah konfirmasi langsung ke bagian SDA Kutim. Mereka sudah turun ke lapangan bersama PLN dan PMK. Tapi itu baru tahap awal. Pemerintah provinsi harus hadir lebih kuat, mendorong agar Kementerian ESDM mengalokasikan anggaran prioritas untuk wilayah ini,” ujarnya.
Agusriansyah menyayangkan kenyataan bahwa sebagian warga Sangkulirang Seberang masih hidup tanpa akses listrik di tengah kemajuan pembangunan nasional. Ia menyebut kondisi ini sebagai ironi sejarah, mengingat Indonesia telah merdeka selama hampir delapan dekade, namun masih menyisakan titik-titik gelap di dalam wilayahnya sendiri.
“Lucu rasanya ketika negara sudah merdeka selama lebih dari tujuh puluh tahun, tapi masih ada warga yang tidak mendapat aliran listrik. Padahal listrik, air bersih, dan jalan itu adalah pelayanan dasar yang seharusnya sudah selesai sejak lama,” tegasnya.
Selain soal listrik, Agusriansyah juga menyoroti buruknya kondisi jalan di kawasan tersebut. Menurutnya, meski secara geografis wilayah Sangkulirang Seberang tidak tergolong terisolasi, akses yang sulit tetap menjadi penghambat utama bagi aktivitas ekonomi dan sosial warga. Ketertinggalan ini, lanjutnya, bukan hanya mempersempit ruang gerak masyarakat, tetapi juga memperlebar kesenjangan antarwilayah.
“Ini bukan daerah terpencil. Tapi aksesnya memprihatinkan. Kalau tidak segera dibenahi, masyarakat di sana akan semakin tertinggal. Pemerintah tidak bisa terus berdiam diri. Harus ada tindakan nyata,” kata Agus.
Desakan ini, menurut Agusriansyah, bukan sekadar bentuk perhatian terhadap konstituennya, melainkan cerminan kegagalan sistemik dalam mewujudkan pemerataan pembangunan. Ia mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh hanya berhenti di wilayah-wilayah yang telah maju, sementara kawasan pinggiran terus dibiarkan menunggu giliran yang tak kunjung datang.
Dengan semakin seringnya suara-suara dari masyarakat mencuat ke permukaan, harapan akan kehadiran negara dalam bentuk infrastruktur dasar semakin tinggi.
Agusriansyah pun berharap agar pemerintah provinsi segera menyusun langkah konkret, mulai dari mendorong percepatan alokasi anggaran hingga memastikan pelaksanaan pembangunan berjalan tanpa hambatan.
“Jangan tunggu suara rakyat jadi jeritan. Pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai pengatur, tapi sebagai pelaksana yang adil dan berpihak,” tutupnya.