Insitekaltim,Samarinda – Pertengahan Maret lalu, kantor memberi bonus saya berlibur ke Labuan Bajo. Destinasi wisata yang saya kira saat ini diingini banyak orang.
Labuan Bajo adalah kota kecil di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa tahun terakhir, Labuan Bajo menjadi magnet baru pariwisata Indonesia. Tidak sedikit wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali memilih singgah ke Labuan Bajo.
Tentu saya sangat senang, bisa berlibur ke destinasi wisata yang belakangan kian menjadi impian banyak orang.
Berlibur ke Labuan Bajo sebaiknya direncanakan jauh-jauh hari. Sebab jika tidak, kita akan kesulitan mendapatkan tiket pesawat ke Bandara Komodo. Saya saja yang memesan tiket dua minggu sebelum keberangkatan harus transit lewat Jakarta dari Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Itupun harus merogoh kocek lumayan mehong alias mahal. Tiket sebaiknya juga dipesan pergi dan pulang agar lebih aman.
Setibanya di Bandara Komodo, wisatawan sudah disuguhi berbagai keindahan panorama wisata laut yang dipajang di sudut-sudut ruang kedatangan melalui foto-foto dan video reklame. Promosi dimulai saat kedatangan.
Tak perlu khawatir soal transportasi dari bandara menuju pusat kota. Sebab jaraknya tak terlalu jauh. Stan informasi layanan taksi juga tersedia. Namun setiap pengunjung perlu tetap waspada karena kasus-kasus penipuan bisa terjadi di mana saja oleh oknum taksi liar. Saya tidak tahu apakah layanan aplikasi angkutan online, seperti Gocar, Grab, Maxim dan lainnya sudah tersedia di sana. Saya tidak mencoba aplikasi itu saat berada di sana.
Untuk lebih aman, pengunjung bisa menggunakan jasa travel yang akan menjemput sejak kedatangan. Kita hanya perlu menyiapkan dana tambahan untuk jasa travel tersebut.
Hotel dan penginapan pun sudah banyak tersedia di Labuan Bajo. Tinggal pilih sesuai anggaran dan isi dompet masing-masing.
Sampai di Labuan Bajo tak lengkap rasanya bila tidak berwisata ke pulau-pulaunya. Ada banyak gugusan pulau yang sangat indah dan sayang dilewatkan.
Wisatawan bisa berangkat dengan kapal pinisi secara berkelompok (private) atau reguler (bersama wisatawan lain). Paket private tentu biayanya lebih mahal.
Paket kapal pinisi pun beragam pilihan. Salah satunya, paket satu kapal dengan jumlah penumpang sekitar 20 orang dengan biaya Rp39 juta. Lamanya dua hari satu malam. Harga akan lebih mahal dengan jumlah hari lebih lama, atau pilihan kapal yang lebih elit dan berkelas.
Wisatawan sudah bisa menikmati sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Di antara waktu itu pihak kapal juga menyiapkan makanan ringan, mineral dan minuman lainnya. Hampir semua menu makanan lezat dan cocok di lidah. Hampir setiap sajian yang disiapkan ludes dimakan.
Pengunjung juga bisa sambil berkaraoke ria di atas kapal. Umumnya kapal juga memiliki resto.
Pulau terdekat dari darat Labuan Bajo adalah Pulau Kelor. Kapal pinisi biasanya berlabuh di laut dalam, sementara wisatawan akan diangsur ke pantai menggunakan kapal kecil yang selalu menempel di pinisi.
Pulau Kelor lumayan terjal. Akan terasa semakin berat menanjak saat terik. Medannya berbatu dan tanah. Tidak ada tangga dan dinding pengaman. Sedikit berbahaya bagi pengunjung.
Tapi sesampainya di puncak, semua lelah terbayar. Keindahan pulau dan laut Labuan Bajo begitu anggun menawan.
Lepas dari Pulau Kelor, kapal akan bergerak ke tengah laut. Siang hingga menjelang sore wisatawan biasanya akan dibawa ke Manjarite. Di sini pengunjung bisa bermain snorkeling untuk melihat keindahan bawah laut Manjarite. Bagi yang tidak mahir berenang, setiap kapal biasanya telah menyiapkan pelampung untuk digunakan. Di sini pun ada spot foto yang menarik. Pengunjung bisa melihat beragam ikan laut dengan berbagai bentuk dan warna.
Setelah puas di Manjarite, wisatawan akan dibawa berlayar menuju Pulau Kalong. Biasanya, puluhan kapal pinisi beristirahat sejenak di pulau ini. Memasuki senja kala matahari terbenam, jutaan kalong alias kelelawar terbang melintas di atas puluhan pinisi. Pengunjung akan mendokumentasikan momen unik tersebut. Saat langit luas tertutup oleh jutaan kelelawar yang sedang bermigrasi ke pulau yang lain. Menurut penduduk setempat, saat subuh hingga pagi, kalong-kalong itu akan kembali ke pulau kalong setelah cukup mendapat makan di pulau tujuan.
Lepas senja, kapal akan kembali bergerak menjauh. Tujuannya adalah Pulau Padar. Malam hari kapal akan tiba dan berlabuh di sekitar teluk Pulau Padar sambil menunggu waktu subuh.
Malam hari, biasanya kapal-kapal pinisi akan disambangi kapal kecil penduduk sekitar pulau untuk menjajakan berbagai aksesoris Labuan Bajo. Demi keamanan, sebaiknya pedagang-pedagang aksesoris itu tidak naik ke pinisi.
Setelah subuh, wisatawan akan dibawa ke pantai untuk menapaki Pulau Padar yang disebut memiliki 817 anak tangga. Setiap wisatawan harus membayar tiket masuk seharga Rp20 ribu.
Setelah mendapatkan tiket, wisatawan boleh mulai menapaki anak tangga. Karena cukup tinggi pengelola setempat membuat beberapa pos pemberhentian. Wisatawan bisa beristirahat dan menarik nafas sejenak di setiap pos.
Wisatawan yang kurang sehat atau memiliki masalah jantung sebaiknya tidak naik ke puncak, karena pasti akan membahayakan kesehatan dan melelahkan.
Dengan nafas sedikit tersengal, saya kuatkan untuk tetap naik ke puncak. Melihat samar keindahan alam Pulau Padar, hati semakin tertantang. Perlahan, di timur matahari mulai menyembul. Saat yang sama ribuan orang mulai berada di puncak.
Sesampainya di puncak, semua lelah terbayar. Gugusan pulau dan hamparan laut yang terlihat dari Pulau Padar begitu indah menawan. Dari pantauan saya, tak satupun wisatawan melewatkan momen spesial itu untuk berselfi ria.
Hati enggan beranjak dari lokasi itu. Tapi pinisi harus bergerak ke destinasi yang lain. Kami pun turun bergantian. Wisatawan bukan hanya datang dari banyak negara, tapi juga domestik. Belakangan angka kunjungan ke Labuan Bajo memang terus meningkat mengejar Bali, yang sudah jauh lebih dulu mendunia.
Pinisi kemudian bergerak menuju Pantai Pink atau Pink Beach. Pantai yang pasirnya berwarna pink. Sebagian wisatawan memilih mandi dan berjemur di sini.
Satu destinasi yang juga cukup menarik perhatian pengunjung adalah Komodo Nasional Park atau Taman Nasional Komodo.
Di sini, wisatawan akan mendapat pengalaman berharga bisa bertemu kadal raksasa, komodo. Namun untuk bisa masuk pulau ini pengunjung harus merogoh kocek cukup dalam, Rp250 ribu per orang. Kabar terbaru, harga tiket masuk naik jadi Rp300 ribu per orang dan Rp450 ribu.
Menurut penjelasan para ranger (pemandu), tidak semua pengunjung bisa beruntung menemui hewan langka di Taman Nasional Komodo tersebut.
Hanya ada satu komodo berusia tua yang sudah tidak banyak bergerak.
“Sepanjang waktu dia hanya di bawah pohon itu. Bergerak pun, tak jauh. Di situ-situ saja,” kata seorang ranger.
Beruntung karena rombongan trip kami bisa bertemu dengan komodo berukuran lumayan besar. Dia terus berjalan melalui jalan setapak yang dibuat pengelola taman nasional. Sesekali sang komodo berhenti untuk mengangkat leher dan menjulurkan lidahnya. Momen itu biasanya dimanfaatkan para pengunjung untuk berpose bersama sang komodo dalam jarak beberapa meter. Pengalaman tak terlupakan yang mungkin akan sulit diulang kembali. Beberapa saat kemudian sang komodo terus berjalan menuju kedalaman hutan dan meninggalkan para pengunjung.
Puas menjelajahi Taman Nasional Komodo, trip kami bersiap untuk pulang ke dermaga Labuan Bajo. Sebelum pulang, kapal pinisi berhenti di laut Taka Makassar.
Di sini wisatawan bisa kembali turun ke tengah laut menggunakan pelampung dan melihat jutaan ikan serta segerombolan parimanta yang menari-nari dan sesekali seperti ingin menyapa pengunjung.
Kembali ke Labuan Bajo, wisatawan masih disuguhkan pemandangan laut dan pulau-pulau indah di sepanjang perjalanan pulang. Labuan Bajo sungguh mengesankan.
Labuan Bajo semakin bersinar karena Presiden Joko Widodo bahkan sudah berkali-kali datang ke Labuan Bajo. Bukan hanya itu, pada 10 Mei 2023, Presiden Joko Widodo bahkan mengajak para kepala negara ikut menaiki kapal pinisi untuk menikmati matahari terbenam di laut Labuan Bajo.
Maka sangat brilian jika pemerintah setempat kemudian mencoba ‘merayu’ penduduk bumi dengan mengibaratkan Labuan Bajo tak ubahnya seperti sepetak surga di timur Indonesia.