
Insitekaltim, Kukar – Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meninjau langsung lokasi tambang PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Selasa, 24 Juni 2025.
Peninjauan tersebut dilakukan oleh dua anggota Komisi III, Akhmed Reza Fachlevi dan Sugiyono, sebagai respons atas pengaduan warga yang menduga aktivitas pertambangan milik PT BSSR menjadi pemicu terjadinya bencana longsor di wilayah tersebut.
Turut mendampingi dalam kunjungan tersebut, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur Bambang Arwanto bersama jajaran teknis dari dinas tersebut.
Peninjauan ini juga dilakukan menyusul munculnya gelombang ketidakpuasan dari masyarakat terhadap hasil kajian awal yang dilakukan oleh tim ahli dari Universitas Mulawarman.
Meski kajian itu menyatakan bahwa longsor tidak berkaitan langsung dengan kegiatan pertambangan di sekitar lokasi, kecurigaan warga belum surut. Masyarakat setempat menuding bahwa lokasi disposal milik PT BSSR menjadi faktor pemicu terjadinya bencana yang merusak 21 rumah dan bangunan, serta berdampak pada 28 keluarga atau sebanyak 88 jiwa.
Dalam dialog di lokasi, suara warga kembali menguat. Mereka mempertanyakan netralitas kajian sebelumnya dan menuntut penyelidikan lanjutan yang lebih independen. Kecurigaan publik terhadap keterlibatan aktivitas tambang menjadi sorotan utama dalam pertemuan itu.
“Sudah ada kajian komprehensif, tapi masyarakat tetap menganggap aktivitas tambang menjadi pemicu. Kami harap inspektur tambang bisa bekerja secara objektif dan transparan,” tegas Reza.
“Kami hanya berperan sebagai pengawas dan fasilitator,” sambungnya.
Dalam pertemuan tersebut, tiga tuntutan utama masyarakat pun mengemuka dan dicatat oleh perwakilan legislatif dan eksekutif yang hadir. Pertama, permintaan agar perusahaan memberikan santunan kepada warga terdampak.
Kedua, kejelasan status rumah relokasi yang selama ini hanya bersifat pinjam pakai. Ketiga, desakan agar pemerintah memastikan siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Ketiga poin itu akan diteruskan kepada Bupati Kutai Kartanegara untuk segera ditindaklanjuti.
Menanggapi aspirasi masyarakat, Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto menyatakan pihaknya akan segera bersurat ke Kementerian ESDM guna menghadirkan tim inspektur tambang dari Jakarta. Langkah ini ditempuh demi menjamin objektivitas proses investigasi.
“Inspektur tambang akan melakukan investigasi masalah ini untuk mendapatkan kesimpulan, siapa yang bersalah. Kalau BSSR yang salah, maka kita minta pertanggungjawaban, tetapi kalau ini bencana alam, maka tidak ada yang bisa disalahkan. Inspektur tambang akan menjadi wasitnya,” ujar Bambang di hadapan warga
Sementara itu, Kepala Teknik Tambang PT BSSR Doni Nababan menyampaikan bahwa perusahaannya siap mengikuti semua proses investigasi. Ia menyebutkan bahwa area disposal milik perusahaan sudah direklamasi sejak tahun 2024 dan terletak pada posisi yang lebih rendah dari titik longsor, sehingga secara teknis dinilai tidak berkaitan langsung dengan kejadian tersebut.
“Area longsor berada di ketinggian 147 meter, sedangkan kolam kami berada di 134 meter di atas permukaan laut. Secara ilmiah, air tidak mungkin mengalir ke atas,” jelas Doni.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa perusahaan tidak akan tinggal diam terhadap penderitaan warga.
“Namun sebagai perusahaan, kami tetap menunjukkan kepedulian. Bila diminta membantu warga, kami siap. CSR kami akan jalan,” imbuhnya. (Adv)