
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Syahariah Mas’ud, mendesak agar kasus tambang ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) diusut sampai tuntas, termasuk semua pihak yang terlibat.
Bagi Syahariah, penanganan tidak bisa hanya berhenti pada satu orang tersangka. Praktik tambang ilegal di kawasan hutan pendidikan disebutnya bukan persoalan individu, melainkan jaringan yang harus diurai hingga ke akarnya.
“Saya merasa aneh kalau hanya satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini pasti melibatkan banyak pihak, baik yang di lapangan maupun yang mengatur dari belakang. Semua harus diungkap,” ujar Syahariah usai rapat gabungan Komisi I, III, dan IV DPRD Kaltim, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Ia melihat persoalan ini layaknya fenomena gunung es. Apa yang tampak hanya sebagian kecil dari masalah besar yang tersembunyi.
Syahariah juga mempertanyakan mengapa hingga kini hanya satu nama yang muncul sebagai tersangka, padahal tambang ilegal di KHDTK Unmul diduga sudah berlangsung lama dan butuh dukungan banyak pihak.
“Jangan hanya R yang dijadikan tersangka. Siapa saja yang menunjuk lahan, yang mengatur alat berat, dan yang membiayai operasi tambang ini harus dicari. Kalau tidak, sama saja kita membiarkan kejahatan ini berulang,” ucapnya.
Dalam forum itu, ia mendesak kepolisian untuk serius menggali keterlibatan para pelaku lain. Syahariah bahkan memberi tenggat waktu dua minggu untuk menunjukkan progres nyata.
“Kami minta dua minggu ada hasil. Ini bukan sekadar formalitas rapat, kita ingin ada langkah konkret,” katanya.
Selain meminta pengungkapan jaringan, Syahariah menyoroti pentingnya kehadiran para pimpinan instansi terkait dalam rapat-rapat berikutnya.
Menurutnya, rapat tidak akan efektif jika hanya dihadiri perwakilan tanpa wewenang penuh untuk mengambil keputusan.
“Kehadiran pimpinan penting supaya keputusan yang diambil bukan sekadar catatan rapat. Kita butuh komitmen nyata,” ucapnya lagi.
Syahariah juga menyinggung kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tambang ilegal di kawasan Unmul. Kerusakan ini tidak hanya merugikan kampus, tetapi juga mengancam ekosistem hutan, serta mengurangi fungsi kawasan sebagai ruang pendidikan dan penelitian.
Jika tidak segera ditindak, aktivitas serupa bisa meluas ke kawasan hutan lain di Kalimantan Timur yang luas dan masih minim pengawasan.
“Kalau dibiarkan, bukan hanya Unmul yang jadi korban. Bisa menyebar ke mana-mana. Ini harus jadi contoh agar pelaku tambang ilegal takut dan kapok,” sambungnya.
Syahariah berkomitmen untuk terus mengawal proses ini sampai tuntas. Ia mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, agar ikut mendukung penegakan hukum yang adil dan transparan.
“Ini tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai generasi mendatang hanya mewarisi kerusakan dan konflik lahan. Kita harus bertindak sekarang,” tutupnya.