
Insitekaltim, Samarinda — Fraksi Demokrat–PPP DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan catatan kritis terhadap dua rancangan peraturan daerah (raperda) usulan Pemerintah Provinsi Kaltim yang mengatur perubahan struktur hukum dua badan usaha milik daerah (BUMD), yakni PT Migas Mandiri Pratama (MMP) dan PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Kaltim.
Pandangan ini disampaikan anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Demokrat–PPP, Nurhadi Saputra, dalam Rapat Paripurna ke-29, Jumat 8 Agustus 2025, di Gedung Utama DPRD Kaltim, Karang Paci.
“Perubahan perda ini memang dibutuhkan sebagai bentuk penyesuaian terhadap regulasi nasional, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,” ujar Nurhadi saat membacakan pandangan umum fraksi. Namun ia menggarisbawahi pentingnya langkah korektif dan partisipasi penuh DPRD dalam proses evaluasi dan pengawasan.
Terkait PT MMP, Fraksi Demokrat–PPP mencatat sejumlah masalah mendasar. Mulai dari minimnya keterbukaan pengelolaan, tidak jelasnya struktur kepemilikan saham, hingga perlunya peningkatan pengawasan atas penggunaan dana partisipasi interest (PI) 10% dari pengelolaan sumber daya migas.
“Dari 10% PI, 65% masuk ke kas daerah, sedangkan 20% dikelola oleh PT MMP. Penggunaan dana ini harus terus diawasi agar tidak menimbulkan pertanyaan publik,” jelas Nurhadi.
Fraksi juga mendesak agar evaluasi berkala dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan DPRD, agar fungsi pengawasan tidak bersifat administratif semata. Penyertaan modal baru ke PT MMP dinilai harus didasarkan pada kinerja aktual, bukan sekadar ekspektasi setoran ke kas daerah.
Lebih lanjut, Fraksi Demokrat–PPP meminta agar prinsip akuntabilitas dan keterbukaan dijadikan fondasi dalam revisi perda. “Perubahan ini tidak boleh hanya bersifat administratif, tetapi juga harus membenahi struktur bisnis dan tata kelola,” tambahnya.
Sementara itu, terhadap PT Jamkrida Kaltim, Fraksi Demokrat–PPP menilai perda sebelumnya belum mengatur secara rinci soal struktur organisasi dan tata cara pengangkatan direksi maupun dewan komisaris. Oleh karena itu, penyesuaian dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 perlu dimasukkan dalam revisi perda.
“Ketentuan tentang proses pengangkatan dan pemberhentian organ perusahaan harus diatur secara eksplisit, mengacu pada regulasi nasional yang lebih baru,” ujar Nurhadi.
Fraksi juga mendukung transformasi Jamkrida ke bentuk perseroan terbatas sepenuhnya, sesuai amanat undang-undang. Namun, proses ini diminta dilakukan setelah berkonsultasi dengan kementerian terkait agar tidak menimbulkan kekosongan hukum.
“Usulan pemerintah sebaiknya dibahas lebih lanjut oleh Komisi II DPRD Kaltim yang membidangi urusan ini, agar perubahan tidak hanya legal-formal, tapi juga berdampak langsung pada efisiensi dan pelayanan publik,” katanya.
Pandangan Fraksi Demokrat–PPP ini menjadi bagian dari rangkaian penyampaian pandangan fraksi-fraksi DPRD terhadap dua Raperda inisiatif pemerintah provinsi, yakni perubahan atas Perda Nomor 11 Tahun 2009 PT MMP dan Perda Nomor 9 Tahun 2012 PT Jamkrida Kaltim.