Reporter: Iren – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri mengatakan pemerintah negara memerlukan kontrol. Jika tidak, maka setahap demi setahap akan tercipta ketidakadilan dan institusi politik akan diisi oleh orang-orang yang korupsi.
Ini sejalan dengan adagium yang dipopulerkan Lord Acton bahwa “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”.
“Sebuah negara yang terlalu korup akan menghasilkan taraf kemiskinan dan kesulitan hidup yang intensif, karena di dalamnya tidak ditemukan hukum-hukum maupun institusi-institusi yang memadai untuk mengendalikan hasrat sewenang-wenang untuk berperilaku korup dalam sistem secara merajalela,” ujar Firli Bahuri dalam kegiatan Simposium Demokrasi yang digelar Pro Democracy Watch (Prodewa) di Perpustakaan Nasional, Kamis (10/3/2021).
Indonesia merupakan negara yang demokrasi, yang mana ruh demokrasi adalah keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan demikian seharusnya sudah tidak ada lagi korupsi.
“Karena ruh keterbukaan sudah menjadi mimpi buruk bagi pelaku korupsi,” tambahnya.
Ia pun membandingkan pemikiran dua pemikir hukum konstitusi, yakni Friedrich Julius Stahl (1802-1861) dan A.V. Dicey (1835-1922), menawarkan kerangka kerja negara demokrasi berdasarkan hukum.
Friedrich Julius Stahl menggunakan istilah negara hukum atau rechtsstaat, sementara A.V. Dicey memakai istilah rule of law.
Menurut Stahl ada empat unsur rechtsstaat dalam arti klasik yaitu hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan (trias politika), pemerintah berdasar peraturan (wetmatigheid van bestuur), dan peradilan administrasi.
Sementara Dicey mengatakan rule of law mencakup supremacy of the law, equlity before the law, dan jaminan HAM oleh undang-undang dan keputusan pengadilan.
Oleh karena itu, semestinya tidak ada lagi praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara di berbagai tingkatan. Maka dari itu semua anak bangsa untuk secara bersama-sama bertanggung jawab memerangi hal-hal yang memungkinkan praktik korupsi.
Firli mengajak semua masyarakat Indonesia untuk terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya tersebut, harus dimainkan di semua kamar kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun partai poklitik.
“Rekan-rekan, putra dan putri Indonesia, harus mengambil peran secara aktif dalam membebaskan dan membersihkan Indonesia dari praktik korupsi. Keputusan ada ditangan kita semua. Apakah kita tetap diam dan menjadi saksi sejarah atau memilih menjadi pelaku sejarah. Apakah kita memilih menjadi penonton atau menjadi pemain. Masa depan bangsa Indonesia ada di tangan Anda. The future depends on what we do at present,” kata Firli Bahuri.
Menurutnya, dengan upaya bersama, maka demokrasi yang dicita-cita gerakan Reformasi 1998 akan terwujud tanpa mengulang kegagalan yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Adapun kegiatan Simposium Demokrasi yang digelar Proweda yang diketuai M. Fauzan Irvan bertujuan menjalin silaturahmi dan konsolidasi dengan seluruh mantan-mantan aktivis organisasi intra kampus, diikuti Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Menteri Investasi Lahadalia dan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa.