
Insitekaltim, Sangatta – Wakil Ketua Komisi A DPRD Kutim Basti Sangga Langi meminta perusahaan sawit PT Multi Pasifik Internasional (MPI) untuk bertanggung jawab terhadap para pekerjanya.
Perusahaan ini diduga lepas tanggung jawab terhadap beberapa permasalahan di lapangan serta melakukan pemecatan secara sepihak terhadap karyawannya, akhirnya berujung dilaporkan oleh Serikat Buruh Borneo ke DPRD Kutim.
Terdapat 9 masalah yang di laporkan, dari pemecatan dengan tuduhan melakukan asusila, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, BPJS Kesehatan, fasilitas pekerjaan tidak lengkap, hingga persediaan air bersih yang tidak maksimal.
Basti mengatakan, putus hubungan kerja (PHK) terhadap seorang janda dengan tuduhan asusila tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya oleh perusahaan. Bukan hanya mencemarkan nama baik mantan karyawan ini, namun pemecatan yang dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme yang sudah diatur.
“Perusahaan ini tidak paham aturan. Mereka menggunakan asumsi sehingga seenaknya melakukan PHK. Kalau dituntut balik perusahaan ini bisa kena,” jelas Basti kepada awak media, Senin (14/11/2022).
Begitu halnya soal pengobatan kecelakaan kerja maupun BPJS Kesehatan. Karena fasilitas kesehatan kurang mendukung karyawan yang cedera dilapangan harus berobat di luar dari perusahaan, namun MPI tidak mengembalikan biaya pengobatan sebesar Rp 2 juta itu.
Tak hanya itu, karyawati yang haid atau menstruasi tetap harus bekerja dan tidak cuti jika tidak dibuktikan lewat pemeriksaan. Ini tentu sangat menyalahi aturan khusus Undang-Undang Cipta Kerja.
“MPI harus belajar lagi aturan perundang undangan. Mana ada perusahaan yang menjalankan aturan menggunakan asumsi,” ujarnya.
Ia menegaskan, tidak hanya undang-undang, Pemkab Kutai Timur (Kutim) juga mempunyai perda ketenagakerjaan yakni Perda Nomor 2 tahun 2022 yang harus di jalankan oleh perusahaan.
“Jika tidak mau menaati aturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, silahkan ke luar dari Kutim,” tandasnya.