Reporter : Samuel- Editor : Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Sidang lanjutan dugaan suap yang menyeret Hermanto Kewot kembali berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Senin siang (27/2/2020).
Mantan Anggota DPRD Kaltim periode 2014–2019 itu, diduga telah menerima aliran dana Rp245 juta dari hibah yang didapat Kelompok Tani Resota Jaya (KTRJ) pada pertengahan 2013.
Persidangan yang dilaksanakan awal pekan ini memasuki agenda pembacaan pledoi atau pembelaan. Yang dibacakan langsung oleh tiga kuasa hukum Hermanto Kewot Yakni Roy Hendrayanto, Sarintan dan Dina Paramitha, pada sidang yang dilaksanakan pukul 13.00 Wita. Pada sidang itu pula terdakwa Hermanto Kewot dihadirkan sebagai pesakitan via daring.
“Dengan ini kami penasehat hukum menolak dengan tegas segala tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum karena terdakwa tidak mempunyai kewenangan ataupun pengaruh atau pun dasar hukum seperti disampaikan dalam unsur menerima gratifikasi” ucap Sarintan selaku kuasa hukum Hermanto Kewot dalam pembacaan pembelaannya Senin (27/7/2020).
Ia melanjutkan bahwa dari fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana suap-menyuap. Sebab, uang yang diberikan oleh Bakara selaku penerima dana hibah Kelompok Tani Resota Jaya adalah murni terkait masalah hutang piutang antara Bakkara dengan Hermanto Kewot .
“Berdasarkan fakta-fakta yang diketemukan selama proses persidangan. Bahwa terdakwa Hermanto Kewot tidak ada menerima imbalan hadiah atau janji terkait pemberian bantuan penganggaran aspirasi terdakwa kepada saksi Bakkara,” sambung Sarintan.
Menurutnya, hal tersebut telah dibuktikan dari keterangan saksi yakni Bakkara yang telah dihadirkan dalam persidangan.
Bakkara mengatakan bahwa uang yang diterima Hermanto Kewot sebesar Rp245 juta dan dikirimkan secara berkala murni sebagai uang pinjaman terdakwa untuk biaya keperluan keluarga. Selain itu, istri Bakkara yakni Mira bersama tetangganya Sugiono, juga menyampaikan keterangan bahwa dirinya telah menagih hutang kepada Hermanto Kewot sesuai perintah Bakkara.
“Bahwa memang menerima uang tunai langsung dari saudara Bakkara pada 14 Agustus 2015, yang kemudian diakui oleh saksi Mira, mengakui pernah menagih uang pinjaman bersama saksi Sugiono,”terangnya.
Terkait uang pinjaman yang diberikan Bakkara kepada Hermanto Kewot, yang ternyata berasal dari dana hibah yang diterima KTRJ. Bakara mengakui bahwa uang tersebut diserahterimakan tanpa sepengetahuan terdakwa.
“Terkait asal muasal uang pinjaman, dari saudara terdakwa tidak pernah mengetahui bahwa dana pinjaman tersebut berasal dari dana hibah Kelompok Tani Resota Jaya yang diketuai oleh saudara Bakkara,” lanjut Sarintan.
Sementara itu, terkait tidak dilaporkannya dana pinjaman tersebut ke LHKPN, Sarintan menjelaskan bahwa soal tersebut tidak dilaporkan lantaran uang yang diberikan adalah murni hutang piutang, dan pinjaman itu pun dibayarkan dengan mencicil hingga akhirnya menumpuk Rp245 juta. Uang hasil hutang itu pun telah dibayarkan Hermanto Kewot kepada Bakkara sebanyak tiga kali hingga totalnya Rp225 juta.
Sebab itu, kuasa hukum Hermanto Kewot menyatakan bahwa terdakwa Hermanto tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dan dituntut oleh jaksa penuntut umum yang diatur dan diancam pasal 12B.
“Membebaskan terdakwa Hermanto Kewot dari segala dakwaan. Memulihkan hak terdakwa Hermanto Kewot dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat martabatnya, sebagaimana semula. Dan apabila majelis hakim yang terhormat berpendapat lain kami mohon putusan yang seadil-adilnya,” tandasnya.
Ditemui usai persidangan JPU Sri Rukmini mengatakan tanggapan atas pembelaan itu akan disampaikan pada sidang selanjutnya yang akan dilaksanakan 5 Agustus 2020 mendatang.
“Oh nanti, belum bisa sekarang kami kan tanggapin. Jadi intinya kita akan menanggapi secara tertulis tanggapan dari terdakwa Rabu tanggal 5 Agustus. Soal isinya apa, kan setelah sidang baru kita bisa jawab,” sahutnya singkat.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kuasa Hukum Hermanto Kewot, Roy Hendrayanto menerangkan bahwa pledoi yang disampaikan adalah murni berasal dari fakta persidangan yang disusun untuk menyanggah tuntutan yang diberikan JPU pada sidang tuntutan sebelumnya.
“Di fakta persidangan kita melihat bahwa ini terbukti merupakan utang-piutang, dan itu sudah dibayar Herwanto Kewot sebanyak Rp220 juta, walaupun masih ada utang sekitar Rp15 juta sampai Rp25 juta, karena totalnya Rp245 juta,” jelasnya.
Roy menjelaskan bahwa penerimaan uang yang diberikan Bakkara kepada Hermanto Kewot tidak langsung atau kontan sebesar Rp245 juta. Melainkan dicicil secara berjenjang.
“Jadi ada Rp5 juta, Rp10 juta, paling banyak Rp95 juta. Kenapa kita tidak melaporkan ? Karena tidak ada yang mengetahui, kalau sebenarnya uang ini hasil dari kejahatan. Kita tidak mau mengurus itu, tapi ini menurut kami benar-benar persoalan hutang-piutang,,” tegas Roy.
“Hutang itu dimulai pada medio Agustus 2015. Kita sudah ungkapkan pula pada pledoi ini bahwa jumlahnya diangsur berkali-kali hingga menumpuk sebesar Rp245 juta,” lanjutnya.
Sementara itu, dalam berkas pledoi, Roy mengakui bahwa Hermanto memang betul dalam posisi sebagai Anggota Banggar. Namun ia menerangkan bahwa dalam fakta persidangan dari keterangan saksi yang telah dihadirkan, usulan dana hibah merupakan keputusan dari masing-masing fraksi, dan usulan dana hibah untuk KTRJ berasal dari Fraksi Partai Golkar. Sedangkan Hermanto Kewot merupakan anggota Fraksi PDIP. Sehingga ia menerangkan bahwa tidak mungkin Hermanto Kewot menjanjikan atau memberikan usulan penerimaan dana hibah tersebut.
“Dia (Hermanto Kewot) bukan Dapil Kukar juga. Itulah yg membuat kami mengupas secara penuh ini. Bahwa Herwanto Kewot tidak boleh didakwakan pasal 12B, yang dimana itu adalah gratifikasi. Gratifikasinya dimana ? Itu yang kita uraikan dan sampaikan di pengadilan, di depan Majelis Hakim tadi. Jadi jangan sampai terkesan bahwa jaksa sengaja mencari kesalahan orang dan bukan keadilan, makanya judulnya kami buat Hutang Piutang Berujung Tipikor,” pungkas Roy.