
Insitekaltim,Samarinda – Kepala Badan Pengelola Beasiswa Kaltim Tuntas (BP BKT) Iman Hidayat mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengurangan alokasi anggaran BKT tahun ini.
Iman menyayangkan penurunan signifikan dari Rp500 miliar menjadi Rp200 miliar dibandingkan dengan alokasi tahun sebelumnya.
Dampak dari pengurangan anggaran ini sangat dirasakan oleh BP BKT. Iman menyatakan bahwa hal ini menghambat upaya menangani masalah putus sekolah di Kalimantan Timur secara menyeluruh.
Menurutnya, program percepatan penyelesaian masalah tersebut akan berjalan lebih lambat dengan kondisi anggaran yang terbatas.
“Angka putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah, totalnya itu ada sekitar 26.000 anak. Nanti dilihat berapa banyak yang mendaftar, tapi target kita adalah 20.000,” ungkap Iman Hidayat usai rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim di Ruang Rapat Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Selasa (19/3/2024).
Iman juga menyampaikan harapannya agar alokasi anggaran minimal disamakan dengan tahun tahun 2023. Namun, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati menyatakan bahwa anggaran program BKT tidak secara langsung dikurangi.

Menurut Puji, anggaran program BKT harus menyesuaikan dengan jumlah pendaftar akhir calon penerima hingga pengumuman resmi.
“Sekarang akumulasi pendaftaran sudah 4 ribu, masih ada waktu untuk penambahan. Dana anggaran murni sekarang sekitar Rp200 miliar,” jelas Puji.
Lebih lanjut, Puji menekankan pentingnya memikirkan kebutuhan masyarakat lain selain beasiswa. Program BKT tahun ini memberikan prioritas kepada siswa dengan nilai Indeks Prestasi Tinggi, dengan harapan meningkatkan semangat belajar dan mendukung pendidikan berkualitas.
Untuk menjangkau lebih banyak peserta yang membutuhkan, BP BKT melakukan pemetaan wilayah dan meningkatkan sosialisasi di daerah-daerah yang teridentifikasi sebagai daerah miskin.
“Miskin juga harus mau sekolah. Kalau miskin dan tidak mau sekolah maka sulit untuk maju,” tegas Puji.
Puji juga mengajak orang tua untuk lebih memacu anak-anaknya dalam belajar, karena pendidikan dianggap sebagai kunci untuk mengentaskan kemiskinan.
“Jika tingkat kemiskinan rendah, angka harapan hidup tinggi, ekonomi menguat, kesejahteraan membaik dan pendidikan membaik, maka beasiswa akan berkurang dan tidak semua bergantung pada bantuan,” tambah Puji.