
Insitekaltim, Samarinda — Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur Agusriansyah Ridwan mendorong Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) untuk segera melakukan penelitian dan klarifikasi mendalam terhadap data siswa yang tidak bersekolah di wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan Agusriansyah usai melakukan konfirmasi dengan jajaran Pemkab Kutim dan Dinas Pendidikan, yang menyebutkan adanya perbedaan data antara yang dirilis ke publik dan yang dimiliki pemerintah daerah.
Agusriansyah menyoroti pentingnya keakuratan data sebagai dasar penyusunan kebijakan. Menurutnya, angka yang menyebut Kutim sebagai daerah dengan tingkat tertinggi siswa tidak sekolah harus diuji validitasnya.
“Berdasarkan hasil konfirmasi kami dengan Pemkab termasuk Dinas Pendidikan, memang ada perbedaan antara data yang mereka miliki dan data yang dirilis. Maka dari itu, saya mendorong agar tim independen maupun tim internal Pemkab Kutim melakukan penelitian khusus agar ada data pembanding. Ini penting agar informasi ke publik tidak menyesatkan,” tegas Agusriansyah usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kaltim ke 22 di Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Rabu, 9 Juli 2025.
Agusriansyah menjelaskan bahwa bisa saja data yang dirilis itu mencakup seluruh penduduk yang berdomisili di Kutim, termasuk yang tidak ber-KTP Kutim. Banyak keluarga pekerja perkebunan dan sektor informal yang tinggal sementara di daerah itu, dan bisa saja tercatat dalam data penduduk namun tidak terintegrasi dalam sistem pendidikan lokal.
“Bisa jadi datanya mencakup semua penduduk yang tinggal di sana, termasuk yang tidak ber-KTP Kutim. Apalagi banyak yang datang untuk bekerja di sektor perkebunan membawa anak-anak mereka. Itu faktor yang perlu diperhatikan,” jelasnya.
Namun, jika ternyata data yang dirilis memang sudah valid, Agusriansyah menyebut pentingnya menggali lebih dalam apa penyebab utama banyaknya anak tidak bersekolah di Kutim. Salah satu faktor yang paling mungkin adalah masalah jarak dan akses ke fasilitas pendidikan.
“Kalau data itu benar, bisa jadi karena faktor jarak sekolah yang terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Atau bisa juga karena faktor biaya yang tinggi. Oleh karena itu, harus segera dilakukan riset yang lebih tajam terkait kondisi lapangan ini,” ujarnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Agusriansyah menekankan bahwa pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret, terutama dalam memperbaiki infrastruktur penunjang seperti akses jalan menuju sekolah. Ia juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa program pendidikan wajib belajar 9 tahun benar-benar dapat diakses secara gratis oleh seluruh masyarakat.
“Kalau sudah ada hasil penelitiannya, tentu langkah selanjutnya adalah memperbaiki infrastruktur jalan, memperluas ketersediaan sekolah di tiap wilayah, dan memastikan bahwa pembiayaan pendidikan untuk SD hingga SMP benar-benar digratiskan,” kata Agusriansyah.
Ia juga menyarankan agar Pemkab Kutim membuat dan merilis data versi mereka sendiri agar masyarakat memiliki perbandingan informasi. Hal ini menurutnya penting untuk transparansi dan membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Kalau tidak dirilis datanya, masyarakat tentu akan percaya dengan data eksternal yang sudah lebih dulu beredar. Maka saya mendorong Pemkab Kutim untuk menyampaikan data resmi versi mereka,” imbuhnya.

