
Insitekaltim, Samarinda – Lambannya proses legalisasi lahan dan sertifikasi aset daerah dinilai menjadi salah satu penyebab utama konflik agraria di Kalimantan Timur (Kaltim). DPRD Kaltim mendesak pemerintah provinsi agar mempercepat pelayanan sertifikat, sekaligus menekan potensi pungutan liar yang masih dikeluhkan warga.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin menyebut pengurusan sertifikat lahan kerap dikeluhkan masyarakat karena rumit, mahal, dan rawan pungli. Ia menyoroti perlunya sistem pelayanan yang lebih aktif dan berpihak kepada masyarakat, terutama melalui pendekatan jemput bola ke kawasan-kawasan pelosok.
“Selama ini warga menganggap pengurusan sertifikat itu sulit, mahal, bahkan rawan pungutan liar. Pemerintah harus lebih aktif mendekat ke masyarakat dan memberikan pendampingan,” ujar Salehuddin belum lama ini.
Menurut politisi asal Kutai Kartanegara itu, pemerintah daerah, terutama Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan OPD terkait, perlu meningkatkan sosialisasi dan pendampingan hukum bagi warga. Ia menegaskan bahwa solusi tak cukup hanya lewat regulasi, melainkan melalui tindakan konkret di lapangan.
“Jangan hanya mengandalkan regulasi. Yang dibutuhkan adalah kehadiran negara yang mampu menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat. Jemput bola, bantu warga yang kesulitan akses,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa lambannya sertifikasi aset milik pemerintah berdampak pada hambatan investasi dan pembangunan berkelanjutan. Sertifikat menjadi dasar hukum penting yang menjamin kepastian dan perlindungan hak, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
“Kalau mau pembangunan Kaltim berjalan lancar dan berkelanjutan, maka penyelesaian konflik lahan harus jadi prioritas dan dilakukan secara adil serta bermartabat,” sebutnya.
DPRD Kaltim mendorong pemerintah untuk memperluas cakupan program legalisasi tanah, termasuk lahan transmigrasi, permukiman warga adat, dan kawasan pesisir yang selama ini masih terabaikan. Salehuddin berharap ada sinergi antarlembaga agar layanan pertanahan menjadi lebih responsif dan bersih.
“Perlu sinergi aktif antarinstansi, penyederhanaan birokrasi, dan pengawasan ketat agar pungli tidak lagi jadi momok dalam pengurusan tanah,” tambahnya.