
Insitekaltim, Kukar – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu melaksanakan sosialisasi Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2024 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Daerah.
Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, 26 Juli 2025, di Tree Al, Mangkuraja, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dalam forum yang menghadirkan beragam unsur masyarakat, mulai dari tokoh adat, kelompok perempuan, pemuda, hingga warga setempat, Baharuddin menjelaskan bahwa Peraturan Daerah ini tidak sekadar menjadi produk hukum formal.
Ia memaknainya sebagai langkah strategis untuk menciptakan kesetaraan dalam seluruh aspek pembangunan di daerah, yang selama ini kerap terabaikan.
“Pengarusutamaan gender bukan tentang mengunggulkan perempuan dari laki-laki atau sebaliknya. Ini tentang keadilan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam pembangunan,” ujar Baharuddin.
Penegasan tersebut merespons masih lemahnya pemahaman publik terhadap isu gender. Menurut legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu, sebagian besar masyarakat mengartikan kesetaraan gender secara sempit, seolah-olah hanya mengedepankan perempuan.
Padahal, substansi dari kebijakan ini justru meletakkan seluruh warga, baik laki-laki maupun perempuan, pada posisi setara dalam mengakses dan menikmati hasil pembangunan.
Ia menyebutkan bahwa Perda Nomor 5 Tahun 2024 sejatinya merupakan cerminan dari komitmen bersama dalam menghapuskan ketimpangan struktural yang selama ini dirasakan kelompok rentan, termasuk perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.
Perda ini pun sejalan dengan kebijakan nasional yang telah ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender.
“Kalau kita bicara pembangunan, maka yang harus mendapat manfaat bukan hanya kelompok tertentu, melainkan seluruh warga negara. Dan untuk itu, pendekatan gender menjadi kunci,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa regulasi tersebut merupakan hasil perjuangan panjang para aktivis gender, akademisi, serta masyarakat sipil yang selama ini konsisten menyuarakan isu keadilan sosial di Kalimantan Timur.
DPRD, kata Baharuddin, mengambil peran sebagai jembatan aspirasi dan turut aktif dalam merumuskan kebijakan yang inklusif dan berpihak pada kelompok marjinal.
Sesi diskusi yang berlangsung setelah pemaparan utama diwarnai dengan berbagai catatan kritis dari peserta. Beberapa di antaranya menyampaikan kekhawatiran mengenai minimnya keterwakilan perempuan dalam ruang pengambilan keputusan di tingkat desa hingga kabupaten.
Selain itu, mereka juga menyinggung masih adanya kesenjangan dalam pelayanan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan, terutama di wilayah pedalaman dan pesisir.
Menanggapi hal tersebut, Baharuddin menekankan bahwa implementasi Perda tidak cukup berhenti pada level normatif.
Ia mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penyusunan program yang sensitif terhadap isu gender serta pengalokasian anggaran yang berpihak kepada kelompok rentan.
“Pemda harus menyusun program pembangunan yang responsif gender, termasuk menyusun anggaran yang memihak pada isu-isu perempuan dan kelompok marginal. Ini bukan wacana, tetapi amanat hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengajak seluruh pihak, baik eksekutif, legislatif, lembaga masyarakat, hingga pelaku usaha, untuk membangun kolaborasi dalam memastikan bahwa prinsip PUG tidak berhenti pada dokumen, tetapi diwujudkan dalam kebijakan nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Menurutnya, transformasi kebijakan di level implementasi hanya dapat terwujud jika para pemangku kepentingan memiliki keberanian untuk melakukan perubahan.
Ia juga mendorong peran serta masyarakat dalam mengawal kebijakan ini, mengingat pelaksanaan Perda membutuhkan pengawasan dan partisipasi dari akar rumput.
“Perubahan dimulai dari kesadaran kolektif. Kalau hari ini kita paham apa itu pengarusutamaan gender, maka itu adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih adil dan setara,” tutup Baharuddin. (Adv)