Insitekaltim, Samarinda – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kota Samarinda mencatat fenomena menarik terkait perbedaan jumlah pemilih antara pemilihan gubernur (pilgub) dan pemilihan wali kota (pilwali).
Berdasarkan data rekapitulasi, jumlah pemilih pilgub mencapai 367.040 orang, sementara pilwali mencatatkan 365.866 pemilih, dengan selisih 1.174 orang.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda Firman Hidayat menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh keberadaan pemilih pindahan dari luar Samarinda.
“Pemilih pindahan dari luar kota hanya diberikan surat suara untuk gubernur, bukan wali kota. Inilah alasan utama perbedaan jumlah pemilih antara pilgub dan pilwali,” kata Firman, Minggu (8/12/2024).
Pemilih pindahan adalah mereka yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) di daerah asalnya, namun memilih di tempat lain karena alasan tertentu. Di Samarinda, pemilih pindahan yang berasal dari luar kota hanya berhak memilih untuk pilgub. Hal ini dikarenakan pemilihan kepala daerah kabupaten/kota tidak berlaku lintas wilayah.
Firman mencontohkan, seorang warga Kutai Kartanegara yang pindah memilih di Samarinda akan diberikan surat suara untuk Pilgub Kalimantan Timur, tetapi tidak untuk Pilwali Samarinda. Kondisi ini, menurut Firman, turut memengaruhi dinamika jumlah pemilih di dua pemilihan tersebut.
“Pemilih pindahan dalam kota tetap mendapatkan dua surat suara, pilgub dan pilwali, tetapi mereka yang dari luar Samarinda hanya memilih gubernur,” tegas Firman.
Selain pemilih pindahan, terdapat kategori pemilih tambahan, yaitu warga yang tidak terdaftar dalam DPT namun memiliki KTP elektronik Samarinda. Pemilih tambahan ini memilih di TPS sesuai domisilinya dan tetap mendapatkan dua surat suara untuk pilgub dan pilwali.
Firman menekankan bahwa KPU berkomitmen menjamin hak pilih setiap warga, meskipun mereka tidak tercatat dalam DPT. “Dengan adanya mekanisme ini, semua warga yang memenuhi syarat tetap dapat menggunakan hak pilihnya,” ujarnya.
Perbedaan jumlah pemilih antara pilgub dan pilwali menjadi sorotan, mengingat Pilkada 2024 memiliki kompleksitas tinggi. Firman berharap masyarakat dapat memahami sistem ini dengan lebih baik agar tidak ada keraguan terhadap proses pemilu.
“Fenomena seperti ini adalah bagian dari karakteristik pemilu serentak. Kami ingin masyarakat memahami sistem ini agar proses pemilu berjalan transparan dan sesuai aturan,” ujar Firman.