Insitekaltim,Jakarta – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Dhahana Putra dengan tegas menyayangkan intimidasi terhadap jemaat Gereja Tesalonika yang terjadi pada Sabtu (30/3/2024). Peristiwa ini sempat menjadi viral dan menuai banyak perhatian dari berbagai pihak. Menurut Dhahana, intimidasi semacam itu sangat berpotensi mengikis ikatan kebangsaan yang telah terjalin erat di Indonesia.
“Terlebih kita melihat bersama ada sikap mengolok-olok jemaat Gereja Tesalonika. Tentu ini mengikis ikatan kebangsaan dan sama sekali tidak merefleksikan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia,” kata Dhahana, Jumat (26/7/2024).
Dhahana mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi kemajemukan dan keberagaman, termasuk dalam hal beragama. Penghormatan terhadap hak untuk beragama dijamin dalam konstitusi negara. “Sebagai warga negara yang baik, mari kita menghormati hak umat beragama dalam menjalankan ibadah sebagai hak konstitusionalnya,” tambahnya.
Dia mengimbau pemerintah daerah, aparat penegak hukum, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan para pemangku kebijakan terkait untuk memenuhi dan melindungi hak warga negara dalam menjalankan ibadah. Ia menekankan bahwa jika pemerintah tidak memfasilitasi hak beribadah umat beragama, itu merupakan bentuk pelanggaran HAM.
“Jika memang ada kendala dalam perizinan rumah ibadah, maka perlu dibantu dan difasilitasi agar hak beribadah yang merupakan HAM dapat terpenuhi,” jelas Dhahana.
Dia juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Polres Metro Tangerang yang telah berupaya memediasi persoalan ini, sehingga jemaat Gereja Tesalonika dapat beribadah sementara di aula kantor lama Kecamatan Teluknaga.
Namun, ia juga mengingatkan pesan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) se-Indonesia pada Januari 2023 tentang pentingnya menjalankan amanat konstitusi untuk memenuhi dan melindungi hak umat beragama dalam beribadah.
“Sebagaimana arahan Bapak Presiden, jangan sampai konstitusi itu kalah oleh sebuah kesepakatan yang mencederai hak konstitusional warga negara,” tegasnya.
Dhahana mengakui bahwa toleransi antarumat beragama masih menjadi pekerjaan rumah yang kompleks. Ia menyebutkan masih ada pandangan di masyarakat yang menolak keberagaman.
“Sebagai contoh, dalam video viral tersebut ada pihak yang mengatakan bahwa ini wilayah umat A sehingga umat beragama lain tidak boleh beribadah. Padahal dalam kehidupan berbangsa, kita tidak mengenal konsep demikian,” jelasnya.
Oleh karena itu, Dhahana menekankan pentingnya mendorong moderasi beragama untuk membangun masyarakat yang toleran terhadap perbedaan.
“Selain penegakan hukum, kami memandang perlu komitmen kuat baik di pusat maupun daerah dalam mendorong upaya moderasi beragama di tengah masyarakat sehingga lahir kesadaran bahwa toleransi dan menghargai antarumat beragama, misalnya dalam beribadah, adalah sebuah keniscayaan hidup berbangsa,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah menggodok Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Generasi ke-6, di mana isu keberagaman akan diintegrasikan dalam rancangan tersebut.
“Dengan memasukkan isu keberagaman ke dalam RANHAM mendatang, kami berharap pemerintah baik di pusat maupun daerah akan memiliki perspektif yang lebih baik dalam menyikapi toleransi antarumat beragama di tanah air,” pungkas Dhahana.