
Insitekaltim, Sangatta – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menjadi satu-satunya daerah yang bisa mengurus sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan sawit mandiri.
Kabid Perlindungan Disbun Kutim Didik Prayitno mengatakan sertifikat ISPO dan RSPO merupakan syarat wajib untuk kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Pada awalnya ini merupakan tantangan bagi kita dalam mengurus sertifikat kebun sawit milik rakyat. Kalau perusahaan mereka aman karena punya SDM yang mumpuni,” jelasnya.
Ia menjelaskan, keterbatasan informasi dan SDM, membuat sebagian besar petani sawit Kutim belum memiliki sertifikat ISPO dan RSPO.
Sertifikat ISPO merupakan sertifikat bahwa kebun sawit tersebut legal dalam memproduksi dan menjadi sarat mutlak mengekspor CPO keluar negeri.
Sementara sertifikat RSPO berfungsi untuk mendorong pengembangan dan penggunaan produk minyak kelapa sawit berkelanjutan dengan menerapkan standar global yang tepercaya.
“Tapi masyarakat kita rata-rata belum mengerti hal ini. Makanya kita adakan program sekolah lapangan,” jelasnya.
Dalam sekolah lapangan diajarkan bagaimana membudidaya sawit yang tepat, teknik memupuk yang benar, penggunaan pestisida yang tepat. Hal ini guna untuk mengingkatkan kualitas buah sawit sesuai yang ditetapkan.
Kualitas buah sawit menjadi salah satu syarat keluarnya ISPO, bersamaan dengan syarat-syarat lain seperti sertifikat kepemilikan lahan atau surat tanda daftar budidaya dan persyaratan lainnya.
“Ini semacam register untuk memperoleh ISPO tadi,” jelasnya.
Oleh karena proses ini dalam mendapatkan sertifikat ISPO dan RSPO memakan waktu cukup lama, di mana untuk memperoleh satu sertifikat waktu yang diperlukan paling sedikit 7 tahun.
Namun karena Kabupaten Kutim bersinergi dengan pihak The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman, sertifikat ISPO dan RSPO bisa cepat dikeluarkan bersamaan dalam kurun waktu 3 tahun.
“Tapi itu bagi yang sudah memiliki sertifikat tanah. Namun bagi yang baru start mungkin lebih lama juga,” jelasnya.
Atas kerja sama tersebut, dari 450.000 hektare lahan milik perusahaan dan petani, untuk lahan petani baru 4000 hektare yang sudah tersertifikat baik ISPO maupun RSPO.
“Tapi secara nasional kita diapresiasi. Karena baru Kutim yang bisa melakukan dua sertifikasi sekaligus,” ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya akan terus berusaha untuk pemerataan perolehan sertifikat bagi seluruh petani atau perkebunan sawit. Sebab jika tidak memiliki kedua sertifikat tersebut maka akan ada denda atau sanksi.
“Kalau perusahaan bisa dengan penutupan, begitu halnya petani sawit ada sanksi yang mengatur,” tandasnya.