Insitekaltim, Samarinda – Kunjungan delegasi Korea Selatan ke SMA Negeri 16 Samarinda dalam rangka East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 bukan hanya menjadi panggung pertunjukan budaya semata.
Di balik kemeriahan tarian, permainan tradisional, dan sajian kuliner lokal, pihak sekolah memanfaatkan momen ini sebagai media pembelajaran lintas budaya yang hidup dan aplikatif bagi para siswa.

Kepala SMA Negeri 16 Samarinda, Abdul Rozak Fahruddin, mengatakan bahwa seluruh rangkaian kegiatan telah dipersiapkan sejak jauh hari melalui koordinasi intensif dengan Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.
Tujuannya bukan sekadar menampilkan pertunjukan, tapi juga memastikan setiap elemen kegiatan memiliki nilai edukatif.
“Kita bukan hanya menyambut tamu, tapi mempersiapkan anak-anak untuk belajar langsung bagaimana sikap, kerja sama, kedisiplinan, dan kesiapan saat berinteraksi dengan tamu dari luar negeri,” ujar Abdul Rozak usai menerima kunjungan delegasi, Senin 28 Juli 2025.
Panitia sekolah merancang seluruh agenda dengan serius, mulai dari penataan jadwal, urutan penampilan seni, hingga logistik dan penyambutan. Menurut Abdul Rozak, kegiatan ini telah menjadi laboratorium nyata bagi siswa dalam mengasah karakter, kreativitas, dan keterampilan berkomunikasi, khususnya dalam bahasa asing.
“Anak-anak tampil sebagai MC, penari, pemandu permainan tradisional, bahkan menyajikan makanan khas daerah. Semua itu bukan sekadar acara, tapi bagian dari proses pembelajaran,” jelasnya.
Beberapa siswa menunjukkan kebolehannya dalam menyambut tamu menggunakan bahasa Korea dan Inggris. Kegiatan juga diisi dengan pertunjukan tari Jepen, permainan bakiak, balogo, hingga sajian aneka jajanan lokal seperti cendol, kue cincin, dan ilat sapi.
Antusiasme para siswa terlihat sejak pagi hari. Mereka telah berbaris menyambut delegasi sejak pukul 9, dengan pakaian adat yang dikenakan oleh guru dan beberapa siswa.
Kegiatan semacam ini telah menjadi bagian dari tradisi globalisasi pendidikan di SMAN 16 Samarinda. Tahun lalu, sekolah ini menerima tamu dari Jerman, dan beberapa bulan lalu dari Filipina yang bahkan tinggal selama hampir 20 hari untuk program pengajaran bersama.
“Kami sudah membentuk kelas berbasis minat dan globalisasi seperti bahasa Inggris, hospitality, dan olahraga. Jadi ketika ada tamu asing datang, siswa punya ruang untuk menampilkan diri sekaligus belajar langsung,” tutur Abdul Rozak.
Ia berharap pertemuan budaya seperti ini terus didukung oleh berbagai pihak, karena manfaatnya sangat besar bagi pembangunan karakter siswa dan kesiapan mereka menghadapi dunia global.
“Kalau biasanya anak-anak cuma lihat budaya asing lewat layar, hari ini mereka bisa ketemu langsung, berdialog, bahkan menari bersama. Di sinilah budaya itu hidup dan pembelajaran jadi nyata,” pungkasnya.