
Insitekaltim,Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono menyoroti isu money politics dalam pemilu saat acara sosialisasi terkait Perda Provinsi Kaltim Nomor 4 tahun 2022 di Jalan Wijaya Kusuma, Samarinda, Minggu (8/10/2023).
Politikus dari Partai Golkar ini dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat harus bijak dalam memilih calon legislatif (caleg) mereka.
Nidya Listiyono mengingatkan bahwa hak pilih adalah alat untuk membawa kemajuan, dan memilih calon hanya berdasarkan money politics yang sementara tidak akan memberikan manfaat jangka panjang.
“Masyarakat harus pintar memilih caleg. Mau pilih money politics yang satu hari saja atau lima tahun ke depan. Jangan salahkan caleg atas kemauan sendiri, menerima money politics dalam semalam. Karena jika mereka sudah menjadi anggota legislatif, mereka merasa sudah membayar kalian,” ungkapnya.
Selain itu, Nidya Listiyono juga mengingatkan pentingnya peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi kegiatan Pemilu 2024 untuk mencegah money politics.
Ia berharap agar pihak yang terlibat dalam pengawasan pemilu tetap aktif dalam memastikan integritas proses pemilu. Namun, dia juga menekankan bahwa tanggung jawab utama ada pada masyarakat untuk menolak praktik money politics.
“Saya harap pihak-pihak yang hadir dalam pengawasan pemilu, harus aktif dalam mengawasi kegiatan kampanye untuk mencegah terjadinya money politics. Namun kembali lagi kepada masyarakatnya, mereka punya pilihan untuk menolak hal tersebut,” tegasnya.
Nidya Listiyono juga mengajak masyarakat Kaltim untuk menggunakan hak pilih mereka dengan bijak dan tidak golput pada pemilu serentak tahun 2024.
“Saya menyerukan kepada seluruh masyarakat Kaltim untuk menggunakan hak suaranya secara bijaksana, karena masa depan Kaltim ini ada di tangan kalian,” ungkapnya.
Ia meminta agar masyarakat memilih caleg yang dianggap memiliki potensi dalam memajukan daerah pemilihan masing-masing.
Sementara itu, tercatat bahwa pada Pilkada 2019 di Samarinda, angka golput mencapai 48,16 persen dari target pemilih sebesar 77,5 persen.
Data Pemilih Tetap (DPT) menunjukkan bahwa sebanyak 576.981 orang memiliki hak pilih, tetapi saat rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara di Samarinda, 292.892 masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya, alias golput.
Partisipasi pemilih di Kaltim, Mahakam Ulu menempati posisi pertama dengan 75,41 persen, diikuti oleh Kutai Barat 71,14 persen, Bontang 70,78 persen, Berau 68,42 persen, Paser 67,23 persen, Kutim 63,64 persen, Balikpapan 59,47 persen, Kukar 56,67 persen, dan Samarinda menduduki posisi terakhir dengan 51,84 persen.
Melihat angka golput tersebut, Nidya Listiyono juga meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih proaktif dalam memberikan informasi tentang proses pemilu, tata cara pencoblosan, serta menyampaikan pemahaman mengenai dampak dan konsekuensi dari tingginya angka golput.
“KPU harus lebih bekerja keras memberikan pemahaman kepada masyarakat pentingnya partisipasi pemilih,” imbuhnya.