
Insitekaltim, Samarinda – Samarinda kembali jadi sorotan setelah masuk dalam daftar lima daerah di Indonesia yang masih menerapkan metode open dumping di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selain Samarinda, daerah lain di Kaltim yang masih menggunakan cara ini yaitu Kutai Kartanegara (Kukar), Berau, Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Barat (Kubar).
Metode open dumping sudah lama dilarang karena dampaknya sangat buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Namun, hingga kini, Samarinda yang berstatus sebagai ibu kota provinsi masih terus mengandalkan cara lama ini.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Fuad Fakhruddin menilai kondisi ini memprihatinkan. Menurutnya, Samarinda seharusnya bisa menjadi contoh baik bagi kabupaten dan kota lain di Kaltim.
“Samarinda sebagai ibu kota harusnya bisa menunjukkan keseriusan. Kita lihat pemerintah kota sudah berupaya, tinggal bagaimana upaya itu bisa maksimal atau tidak,” ujar Fuad saat ditemui usai Rapat Banmus di Gedung E DPRD Kaltim, Senin 30 Juni 2025.
Menurutnya, salah satu kunci utama pengendalian sampah terletak pada ketegasan pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam menindak masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Ia menilai, banjir yang kerap melanda Samarinda juga tak lepas dari persoalan sampah yang belum terkendali.
“Penanganan sampah harus terfokus, tidak boleh setengah-setengah. Kalau tidak tegas, masalah ini akan berulang terus,” ucap Fuad.
Ia menyinggung kasus di Kelurahan Air Putih, di mana TPA mengalami kebakaran hingga lebih dari satu bulan. Kebakaran tersebut menimbulkan polusi udara yang mengganggu warga sekitar dan memperburuk kualitas lingkungan. Selain itu, lokasi lain seperti Kelurahan Bukit Pinang juga menjadi sorotan karena masalah serupa.
Fuad mendukung langkah pemerintah kota yang mulai mengalihkan lokasi pembuangan sampah ke tempat yang lebih layak dan jauh dari permukiman. Namun, langkah ini harus dibarengi dengan pengawasan ketat dan edukasi kepada masyarakat agar pola buang sampah bisa berubah.
Selain soal teknis, Fuad juga menyinggung pentingnya menjaga komunikasi publik. Ia menyoroti pernyataan Walikota Samarinda yang sempat menyinggung daerah lain dengan nada emosional. Menurut Fuad, perbedaan pendapat boleh saja, tetapi menjaga kebersamaan dan keutuhan masyarakat Kalimantan Timur harus tetap diutamakan.
“Jangan sampai ucapan itu memicu konflik. Kita semua di Kaltim harus tetap menjaga rasa kebersamaan, saling mendukung, bukan saling menyindir,” kata Fuad.
Dengan berbagai permasalahan yang muncul, ia berharap pemerintah segera mengambil solusi komprehensif agar persoalan sampah tidak lagi menjadi momok di ibu kota provinsi.
“Persoalan sampah ini bukan hanya soal teknis pengangkutan, tapi juga menyangkut perilaku, kebiasaan, dan kesadaran masyarakat. Semua harus berjalan beriringan,” tandasnya.