Insitekaltim, Samarinda – Puluhan massa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kota Samarinda, Rabu 6 Agustus 2025. Mereka menuntut percepatan relokasi PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda Group ke kawasan Palaran.
Aksi berlanjut dengan audiensi bersama Komisi I, II, dan III DPRD untuk membahas tuntutan tersebut serta pelanggaran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada sejumlah usaha di kota ini.
Ketua PC PMII Kota Samarinda Taufikuddin menyebut terminal BBM Pertamina di kawasan Cendana sudah terlalu dekat dengan permukiman dan berisiko tinggi bagi keselamatan warga. Ia menegaskan relokasi sudah masuk rencana sejak 2023, namun tak kunjung terealisasi.
“Relokasi ini sudah disiapkan anggarannya, bahkan sudah ada tembok pembatas. Tapi sejak 2023 alasannya tertunda, katanya karena Covid. Ini sudah mau tiga tahun. Kami harap dewan mendorong percepatan, kalau tidak kami akan turun lagi minggu depan,” ucapnya.
Selain itu, PMII menyoroti lemahnya penegakan aturan Amdal pada sejumlah usaha seperti hotel, kafe, dan pusat perbelanjaan. Taufikuddin mencontohkan sidak ke salah satu kafe yang dinilai hanya sebatas wacana di media.
“Kami ingin hasil sidak itu nyata, bukan hanya narasi,” katanya.
Isu kebakaran berulang di Big Mall Samarinda juga menjadi perhatian. PMII mempertanyakan sikap DPRD terkait dua kejadian kebakaran dalam waktu berdekatan serta meminta evaluasi fungsi bangunan dan izin operasional agar ada efek jera.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda Samri Saputra mengakui keberadaan Pertamina di Cendana tidak lagi layak dan berisiko tinggi.
“Kami akan mengundang pihak Pertamina dan mahasiswa untuk audiensi mencari solusi bersama. Kami juga khawatir, bukan hanya kalian,” ujarnya.
Terkait Big Mall, Samri menyebut penanganan ada di Komisi III yang telah memberi kesempatan manajemen memperbaiki standar keamanan sebelum opsi pencabutan izin ditempuh.
“Kita harus perhitungkan dampaknya bagi ribuan pekerja dan keluarganya. Penutupan jadi jalan terakhir,” jelasnya.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda Iswandi menambahkan bahwa relokasi Pertamina sudah masuk penyesuaian tata ruang pemkot dan akan ditanyakan progresnya ke manajemen Pertamina.
“Saya juga khawatir kalau itu meledak. Kita akan minta progresnya supaya tidak berlarut-larut,” katanya.
Soal Big Mall, ia menilai peristiwa pertama adalah musibah, namun yang kedua perlu pendalaman teknis oleh pihak berwenang.
“DPRD tidak punya wewenang menutup, tapi bisa mengawasi dan mendorong perbaikan,” ujarnya.
Anggota Komisi III Abdul Rohim menjelaskan pihaknya telah melakukan sidak ke sejumlah fasilitas publik terkait pengelolaan limbah dan proteksi kebakaran.
“Kami hanya punya wewenang pengawasan, sedangkan penindakan ada di Pemkot. Kami sudah sampaikan temuan ke dinas terkait,” terangnya.
Ia menegaskan pihaknya akan mengevaluasi kembali Big Mall jika perbaikan yang diminta tidak dijalankan, termasuk merekomendasikan teguran tertulis hingga pencabutan izin. Abdul Rohim juga menyoroti keterbatasan kewenangan daerah pada bangunan di tepi sungai karena diatur pemerintah pusat.
Mahasiswa menutup audiensi dengan meminta DPRD bertindak lebih tegas dan menggunakan fungsi politiknya untuk melindungi masyarakat.
“Kami tidak ingin narasi kewenangan pusat jadi alasan untuk tidak bertindak. Fungsi pengawasan dan dorongan politik DPRD yang kami harapkan,” tegas Taufikuddin.